Senin, 23 November 2009

KALO SAJA NGGAK ADA KEBUN RAYA, BOGOR LEBIH POPULER DISEBUT SEBAGAI KOTA ANGKOT

Menyebutkan kota Bogor, pasti nggak akan lepas dari nama Kebun Raya. Bogor dengan Kebun Raya, ibarat dua kata yang nggak bisa dilepaskan. Sejarah Kebun Raya Bogor, tidak bisa lepas dari sejarah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia ini.

Kota yang diapit oleh Jakarta dan Sukabumi ini terletak 54 km sebelah selatan Jakarta. Luasnya 21,56 km². Menurut sensus tahun 2003, jumlah penduduk Bogor berjumlah 834.000 jiwa.

Pada masa kolonial Belanda, Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg. Arti Buitenzorg adalah ‘tanpa kecemasan’ atau ‘aman tenteram’. Maksudnya, saat itu kalo tinggal di Bogor, kita akan merasa tentram, aman, dan nyaman. Nggak kayak sekarang, meski masih ada Kebun Raya, Bogor lebih dikenal sebagai kota angkot. Dimana-mana ada angkot. Padahal nggak semua angkot yang beredar, penuh penumpang. Yang terjadi justru, angkot yang hilir mudik cuma diisi dua sampai tiga penumpang. Bikin macet! Bikin polusi!

Anyway, sejarahnya sebelum nama Buitenzorg itu muncul itu dimulai pada tahun 1687, Letnan Tanujiwa asal Sumedang mendapat perintah dari pemerintah Belanda buat membuka hutan di Padjajaran. Di lahan itulah kemudian berdiri sebuah perkampungan di Parung Angsana yang diberi nama Kampung Baru. Tempat inilah yang kelak menjadi cikal bakal tempat kelahiran Kabupaten Bogor. Dokumen tanggal 7 November 1701 menyebut Tanujiwa sebagai Kepala Kampung Baru dan kampung-kampung lain yang terletak di sebelah hulu Ciliwung.



Pada tahun 1745 Bogor ditetapkan Sebagai Kota Buitenzorg yang artinya "kota tanpa kesibukan", dimana terdapat sembilan kampung yang digabung menjadi satu pemerintahan di bawah Kepala Kampung Baru. Gelar Kepala Kampung adalah Demang. Daerah tersebut disebut Regentschap.

Bogor menjadi tempat berdirinya kerajaan pertama yang sangat dikenal di Indonesia, yakni kerajaan Hindu Tarumanagara. Kerajaan tersebut berdiri pada abad ke-5. Selain Tarumanegara, ada beberapa kerajaan lain yang memilih bermukim di Bogor. Why? Katanya sih karena daerah di Bogor termasuk daerah pegunungan. Dalam peperangan, dearah pegunungan dianggap startegis buat bertahan terhadap ancaman serangan musuh. Selain itu daerah Bogor cukup subur dan memiliki akses mudah buat melakukan apa saja, mulai dari menjalankan roda pemerintahan dan perdagangan.

Prasasti-prasasti yang ditemukan di Bogor tentang kerajaan-kerajaan masa silam, salah satu prasasti tahun 1533. Prasasti tersebut menceritakan kekuasaan Raja Prabu Surawisesa dari Kerajaan Padjajaran. Kerajaan ini menjadi salah satu kerajaan yang paling berpengaruh di pulau Jawa. Bahkan tahun sebelumnya, yakni tahun 1482, ada prasasti yang menceritakan soal Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja Ratu Haji I Pakuan Padjajaran.



Di tahun itulah tepatnya tanggal 3 Juni 1482, Prabu Siliwangi diangkat menjadi Raja Kerajaan Padjajaran. Hari penobatan itu kemudian diresmikan sebagai hari kelahiran kota Bogor pada tahun 1973 oleh DPRD Kabupaten dan Kota Bogor, dan diperingati setiap tahunnya.

Setelah penyerbuan tentara Banten, catatan mengenai kota Pakuan hilang. Pada tahun 1687, Scipio dan Riebeck melakukan penelitian atas Prasasti Batutulis dan beberapa situs lainnya di kota Bogor. Dari penelitian tersebut, dua orang Belanda itu berhasil menemukan kembali sejarah kota Bogor yang hilang. Mereka menyimpulkan, pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran terletak di Kota Bogor.



Kebun Raya Bogor dibangun sejak Tahun 1817 oleh seorang ahli botani yaitu Prof. Dr. RC. Reinwardth. Luas Kebun Raya Bogor 87 Ha dan terdapat 20.000 jenis tanaman yang tergolong dalam 6000 Species. Kebun Raya Bogor ini merupakan Kebun Raya terbesar di Asia Tenggara.

Kisah pembangunan Kebun Raya dimulai pada tahun 1745. Adalah Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff yang membangun Istana Bogor. Pembangunan istana itu seiring dengan pembangunan jalan raya Daendels yang menghubungkan Batavia dengan Bogor. Kota Bogor rencananya Cuma sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal.



Pada tahun 1746, van Imhoff menggabungkan sembilan distrik ke dalam satu pemerintahan. Ke-9 distrik itu adalah Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas, Cijeruk, Sindang Barang, Balubur, Dramaga dan Kampung Baru. Pengambungan kesembilan distrik itu kemudian dinamakan Regentschap Kampung Baru Buitenzorg. Di kawasan baru itulah van Imhoff kemudian membangun sebuah Istana Gubernur Jenderal, yang kelak bernama Istana Bogor.

Nama Buitenzorg lambat laun berkembang dan mengacu pada sebuah wilayah dari wilayah-wilayah yang sebelumnya udah ada. Wilayah-wilayah tersebut yang menjadi Buitenzorg ini meliputi Puncak, Telaga Warna, Megamendung, Ciliwung, Muara Cihideung, hingga puncak Gunung Salak, dan puncak Gunung Gede. Pada tahun 1950, Buitenzorg menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 1950.



Ketika VOC dikuasai oleh Inggris di bawah Gubernur Jendral Thomas Rafless pada abad ke-19, Istana Bogor mengalami renovasi. Di sekitar Istana dibangun kebun yang kemudian dikenal sebagai sebagai Kebun Raya (Botanical Garden). Di bawah Rafless, Bogor juga ditata menjadi tempat peristirahatan yang indah.

Pada tahun 1903, pemerintahan kembali dipegang oleh pemerintah Belanda. Bertepatan dengan pemerintahan Belanda kembali, terbit Undang-Undang yang mengatur soal desentralisasi yang menggantikan sistem pemerintahan tradisional. Undang-Undang Desentralisasi ini menerapkan sistem administrasi pemerintahan modern, yang menghasilkan Gemeente Buitenzoorg. Hasilnya? Pada tahun 1925, dibentuk provinsi Jawa Barat (propince West Java) yang terdiri dari 5 karesidenan, 18 kabupaten dan kotapraja (staads gementee). Buitenzoorg menjadi salah satu staads gementee. Sejak tahun 1957 sampai 1999, Bogor berubah-ubah terus.

Pada tahun 1957, nama pemerintahan diubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai Undang-Undang nomor 1 tahun 1957. Pada tahun 1965, Kota Praja Bogor berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor, dengan Undang-Undang nomor 18 tahun 1965 dan Undang-Undang nomor 5 tahun 1974. Terakhir pada tahun 1999, Kotamadya Bogor berubah menjadi Kota Bogor pada tahun 1999 dengan diberlakukannya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999.

Terus terang sebagai warga negara Indonesia, saya bangga memiliki tempat seperti Kebun Raya ini yang dikenal di seluruh dunia. Namun saya nggak bangga, Bogor memiliki jumlah angkot yang terlalu banyak. Kalo Anda tahu, warna angkot hijau muda dan biru itu belum tentu mencerminkan jalur yang ditempuh angkot tersebut. Meski warnanya berbeda, trayek yang ditempuh kadang sama. Saya mengerti kenapa Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Tingkat I Bogor ini terus memberikan izin pengoperasian angkot, sehingga angkot-angkot baru terus beredar. Setoran angkot ke kas Pemda pasti menguntungkan.

Beruntunglah warga Bogor masih memiliki Kebun Raya sebagai salah satu objek pariwisata, kalo enggak, pariwisata Bogor adalah kemacetan yang disebabkan oleh angkot-angkot yang jumlahnya nggak tertahankan itu. Kebun Raya lah yang akhirnya menanggung risiko sebagai tempat yang menyerap karbondioksida (CO2) yang merupakan gas pencemar udara yang dihasilkan dari knalpot-knalpot kendaraan bermotor yang melintas di Bogor, salah satunya ya angkot itu.


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar