Minggu, 10 April 2016

Waduk Jatiluhur: Mulai dari PLTA, Objek Wisata, sampai Mitos Eyang Balung

Sobat backpacker, kapan terakhir ke Waduk Jatiluhur? Kalo saya nggak tahu. Lupa! Bahkan saking nggak inget, saya lupa, apakah pernah atau malah belum pernah sama sekali. Kalo pun sudah pernah, pasti sudah lamaaaaaa sekali *kata 'lama' sengaja dilebay-lebaykan untuk memperlihatkan betapa sudah lama sekali saya nggak ke waduk Jatiluhur*

Emang kenapa kalo nggak ke Waduk Jatiluhur? Rugi gituh? Hmmm...pertanyaan yang sulit. Semua jawaban saya serahkan kepada sobat sekalian. Yang pasti, kita bangga punya waduk Jatiluhur ini. Kenapa? Sebab, waduk ini punya nilai historis. Selain dibangun pada 1957, waduk ini merupakan waduk serbaguna pertama yang dibangun di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang ngebangun pun kontraktor dari Perancis dan baru kelar selama 10 tahun.

Adalah Presiden RI pertama Ir. Soekarno yang meletakkan batu pertama pembangunan waduk ini pada 1957. Presiden mempercayakan kontraktor asal Perancis yang merencanakan serta melakukan pengawasan pembangunan waduk, yakni Coyne et Bellier. Sementara pelaksanaan pembangunan dilakukan oleh perusahaan Compagnie Francaise d'Enterprise, Paris, Perancis. Pada 1967, waduk selesai dan tepat pada 26 Agustus 1967, waduk diresmikan oleh Presiden RI kedua Soeharto.  

Waduk ini sebenarnya berfungsi sebagai sarana untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Dari waduk ini, listrik yang dihasilkan per 2012 sekitar 6 x 30 MW dan terkoneksi dengan jaringan sistem kelistrikan Jawa-Bali. Selain PLTA, waduk ini juga berfungsi sebagai sumber irigasi untuk sawah-sawah penduduk lokal. Air waduk ini bisa menyumbangkan ke lebih kurang 242.000 ha (hektar). Luar biasa bukan?

 

Ada lagi fungsi waduk Jatiluhur ini, yakni menyediakan air baku untuk DKI Jakarta. Nah tuh! Warga DKI Jakarta harusnya berterima kasih kepada Allah dan waduk ini, karena menyediakan air baku. Apa itu air baku? Air baku adalah air yang akan digunakan untuk input pengolahan air minum yang memenuhi baku mutu air baku. Asal air baku bisa dari sumber air bawah tanah, sumber air permukaan, yaitu sungai, danau, rawa, dan mata air, maupun waduk. Ya, seperti waduk Jatiluhur ini.

Fungsi lain waduk Jatiluhur adalah untuk mengendalikan banjir di Karawang dan sekitarnya. Yang dimaksud Karawang dan sekitarnya meliputi Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, serta Kabupaten Cianjur.
  
Nah, tahun demi tahun, waduk ini akhirnya menjadi objek wisata. Selain wisata pemandangan alam yang indah, juga mereka yang punya hobi mancing, bisa melakukan aktivitas memancing di Waduk Jatiluhur ini. Harap maklum, di waduk ini terdapat berbagai jenis ikan yang bisa ditangkap, salah satunya adalah ikan keramba jarring apung. Jenis ikan ini memang dibudidayakan di kawasan ini.

Sobat backpacker, sebagaimana objek wisata atau lokasi-lokasi bersejarah lain, pasti selalu ada mitos-mitos yang beredar. Ya, seperti di waduk Jatiluhur ini. Ada mitos mengenai Eyang Balung Tunggal. Siapa itu Eyang Balung? Warga mengatakan, dulu Eyang adalah orang sakti yang turut membantu Indonesia melawan penjajah Belanda. Saking sakti, ia tidak pernah bisa ditangkap oleh tentara Belanda.

Sejak lahir, Eyang memang sudah memperlihatkan "keanehan". Ia nggak punya pusar. Oleh karena nggak punya pusar, orangtuanya membolongi perut dengan pakai cerutu. Agak sadis juga ya orangtuanya. Tapi ya, begitu ceritanya.

 

Beranjak dewasa, kesaktian Eyang makin terlihat. Konon ia punya kemampuan berjalan di atas air. Kemampuan itu sempat dilihat oleh tentara Belanda yang menggejarnya. Selain Belanda, katanya dahulu kala ada warga yang melihat kemampuan itu. Jadi ceritanya, terjadi banjir bandang di Sungai Citarum. Nah, rakit Eyang terseret sungai berkali-kali. Kesal karena rakitnya hanyut terus, ia pun berdiri menapak derasnya banjir badang dan mengikatkan rakit ke betisnya, lalu berjalan di atas air.

Oleh karena mitos, maka nggak ada yang tahu kapan Eyang meninggal dan lokasi makamnya. Ada yang bilang, makamnya ya di lokasi yang menjadi waduk Jatiluhur sekarang ini. Cerita ini dibuat, karena saat terjadi kemarau, volume air berkurang dratis, akan terlihat sehamparan tanah merah di tengah danau. Hamparan tanah itu dianggap makam Eyang. Ada pula warga yang bilang, makam Eyang di Gunung Sanggabuana Karawang, Limbangan Garut, maupun Sangkanjaya Sumedang. Nah tuh! Bingung kan? Nggak usah bingung, namanya juga mitos.