Selasa, 17 April 2012

@JktBerkebun #Tanam Perpisahan @Springhill

Saya baru tahu kalo bibit biji jagung warnanya biru,” ujar Rahma Umaya, presenter televisi.

Barangkali bukan cuma Rahma yang baru tahu warna bibit biji jagung. Beberapa orang yang hadir di kebun Springhill, Kemayoran, Jakarta Pusat, bisa jadi mengalami hal yang sama. Namun, beruntunglah bagi Rahma dan mereka yang baru pertama kali hadir. Sebab, acara tanam-menanam sore 15 April 2012 ini merupakan Tanam Perpisahan di kebun Spinghill.

 Lahan di Springhill merupakan lahan yang pertama dari 4 lahan yang ‘dibina’ oleh komunitas @JktBerkebun. Tanam pertama dilakukan pada Februari 2011. Selain Springhill, @JktBerkebun juga ‘memiliki’ lahan di Bumi Pesanggrahan Mas, Kelapa Gading & Bumi Bintaro Permai. Lahan-lahan tersebut merupakan lahan kosong yang tidak difungsikan.

Tepat satu setengah tahun lalu, komunitas @JktBerkebun dipinjamkan oleh pihak developer Springhill, untuk memakai lahan kosong apartemen seluas satu hektar. Waktu itu jangka waktu peminjamannya cuma tiga bulan. Waktu tiga bulan itu dimanfaatkan oleh anggota komunitas untuk mengolah tanaman agrikultural. Tanaman pertama yang waktu itu dipilih adalah kangkung.

Kenapa kangkung? Sebab, tanaman ini merupakan tanaman yang paling mudah dan cepat untuk ditanam. Kangkung hanya membutuhkan waktu sekitar 1,5 bulan untuk dipanen. Bagi anggota awal @JktBerkebun, proyek berkebun perdana ini memang tak ingin menargetkan menanam yang susah-susah. Yang penting anggota memiliki semangat untuk menjalankan aktivitas urban farming (istilah yang ditujukan untuk mengembalikan fungsi jalur hijau kota pada fungsi yang sebenarnya, yakni dengan melakukan kegiatan berkebun atau agrikultural di tengah kota dengan memanfaatkan lahan apa pun, baik lahan kosong atau lahan terbengkalai).

Para penggagas @JktBerkebun memang tak semua memiliki pengetahuan yang baik tentang berkebun. Harap maklum, mereka berasal dari latar belakang profesi yang bebeda. Namun ada pula beberapa anggota komunitas ini yang sudah sering melakukan house farming, atau berkebun di areal rumah mereka sendiri dan memiliki pengetahuan berkebun yang jauh lebih memadai. Keragaman itulah yang membuat mereka saling berbagi ilmu.

Kenangan tanam pertama di Springhill itu barangkali akan menjadi sejarah yang tak pernah terlupakan. Tak heran, ketika lahan di Springhill akan digunakan oleh developer, @JktBerkebun langsung mengajak seluruh pencinta berkebun untuk melakukan acara fareweel di Springhill. Judul acaranya: ‘Tanam Perpisahan’. 

Sedih juga sih lahan Springhill nggak ada lagi,” ujar Sindhi, salah satu pengiat di komunitas @JktBerkebun ini.

Buat Sindhi, Springhill punya kesan tersendiri. Dari lahan itulah ia pertama kali berkenalan dengan komunitas @JktBerkebun dan kemudian menjadi anggota aktif. Gara-gara lahan di Springhill itu pula, wanita cantik yang sempat bekerja di perusahaan logistik international ini bisa mengenalkan suami dan kedua anaknya berkebun di lahan luas.

Meski lahan Springhill kini tinggal kenangan, @JktBerkebun tetap memiliki sejumlah lahan lain, dimana lahan-lahan ini bisa menjadi arena menanam dan memaneng yang seru dan fun bersama teman dan keluarga di saat weekend.

Duhai Warmo, Kok Rasanya Gak Seenak Dahulu Kala Sih?

Nggak ada niat sedikit pun mengikuti Calon Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta, Didik J. Rachbini, kalo siang ini saya mampir ke Warteg Warmo di jalan Tebet Raya, Jakarta Selatan. Niat saya mulia, bukan mau mengobral janji, tetapi cuma mau makan.

Bahwa sebelumnya diberitakan, pada Selasa, 27 Maret 2012 lalu, Didik dan rombongan tim suksesnya bertandang ke warteg terkenal tersebut pada pukul 12.00 hingga 12.20 WIB. Di warteg ini, kader PAN yang diduetkan dengan Calon Gubernur (Cagub) Hidayat Nurwadih ini menjumpai sang pemilik, Hj. Warmo dan menanyakan pajak bagi pengusaha warteg.

 Buat saya, nggak ada urusan dengan pajak. Urusan saya cuma mau mengisi perut yang sudah keroncongan ini, karena telat breakfast. Yap! Hari ini breakfast saya cukup telat. Biasanya, saya breakfast pukul 07. Kali ini, karena harus mengantar sana-sini, jadi jadwal breakfast saya telat. Namun sayang seribu kalil sayang, breakfast saya hari ini ‘gagal’.

Menurut saya warmo sekarang gak seenak dahulu kala. Bumbu sayurnya tidak segurih dulu. Dadar telurnya sudah nggak terasa telurnya, tetapi lebih banyak tepungnya. Yang paling level-nya turun adalah sambal. Dulu sambalnya yahud. Racikannya pas. Sekarang ini, sambalnya asing banget. Entah yang buat sambal ini mau kawin atau memang sekarang ini konsepnya garam yang dikasih sambal.

 Ketidaksuksesan itu membuat saya berpikir iseng. Bolehlah warmo nggak dipajakin, asal rasanya back to basic. Bumbu yang dahulu kala mak nyus, tetap dipertahankan kekhasannya. Nggak dikurang-kurangin. Tapi kalo rasanya nggak seenak dulu, mending dipajakin aja, karena dianggap ‘menyengsarakan’ kenikmatan pelanggan lama.