Nggak ada niat sedikit pun mengikuti Calon Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta, Didik J. Rachbini, kalo siang ini saya mampir ke Warteg Warmo di jalan Tebet Raya, Jakarta Selatan. Niat saya mulia, bukan mau mengobral janji, tetapi cuma mau makan.
Bahwa sebelumnya diberitakan, pada Selasa, 27 Maret 2012 lalu, Didik dan rombongan tim suksesnya bertandang ke warteg terkenal tersebut pada pukul 12.00 hingga 12.20 WIB. Di warteg ini, kader PAN yang diduetkan dengan Calon Gubernur (Cagub) Hidayat Nurwadih ini menjumpai sang pemilik, Hj. Warmo dan menanyakan pajak bagi pengusaha warteg.
Buat saya, nggak ada urusan dengan pajak. Urusan saya cuma mau mengisi perut yang sudah keroncongan ini, karena telat breakfast. Yap! Hari ini breakfast saya cukup telat. Biasanya, saya breakfast pukul 07. Kali ini, karena harus mengantar sana-sini, jadi jadwal breakfast saya telat.
Namun sayang seribu kalil sayang, breakfast saya hari ini ‘gagal’.
Menurut saya warmo sekarang gak seenak dahulu kala. Bumbu sayurnya tidak segurih dulu. Dadar telurnya sudah nggak terasa telurnya, tetapi lebih banyak tepungnya. Yang paling level-nya turun adalah sambal. Dulu sambalnya yahud. Racikannya pas. Sekarang ini, sambalnya asing banget. Entah yang buat sambal ini mau kawin atau memang sekarang ini konsepnya garam yang dikasih sambal.
Ketidaksuksesan itu membuat saya berpikir iseng. Bolehlah warmo nggak dipajakin, asal rasanya back to basic. Bumbu yang dahulu kala mak nyus, tetap dipertahankan kekhasannya. Nggak dikurang-kurangin. Tapi kalo rasanya nggak seenak dulu, mending dipajakin aja, karena dianggap ‘menyengsarakan’ kenikmatan pelanggan lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar