Jumat, 05 Februari 2016

SATE REMBIGA, SBY, DAN LAYANAN ANTAR

Di Lombok ada banyak kuliner bergenre sate. Ada Sate Bulayak dan juga Sate Tanjung. Selain dua sate itu, ada satu sate lagi yang khusus saya mau ceritakan, yakni Sate Rembiga. Rembiga adalah nama sebuah desa yang berada di dekat bekas Bandara Selaparang, yakni desa Rembiga. Sebelum bandara internasional yang ada sekarang di Lombok, bandara yang dipergunakan adalah Bandara Selaparang.

Sebagaimana Sate Bulayak, Sate Rembiga berbahan utama daging sapi. Rasa satenya beda dengan Sate Bulayak atau Sate Tanjung. Sate Rembiga sangat lezat. Selain gurih, rasanya juga pedas dan manis. Rasa itu dihasilkan dari bumbu khas yang dibuat oleh sang penemu sekaligus pemilik ini, yakni Hajjah Sinasih.



Rasa pedasnya sudah pasti dari cabe rawit. Selain cabe, ada terasi, bawang putih, garam, dan gula. Itu bumbu. Gimana dengan dagingnya? Sebagaimana sudah saya sebutkan tadi, dagingnya berasal dari sapi yang dipotong kecil-kecil. Sebelum dimasak, daging direndam terlebih dahulu dengan bumbu yang sudah dibuat tadi sampai kira-kira 3 jam. Hal ini dilakukan, supaya bumbu meresap ke dalam daging. Oleh karena melewati waktu perendaman selama 3 jam, jadi daging terasa empuk.

Sebetulnya resep bumbu dan cara membuat empuk sate dipelajari Hajjah Sinasih dari Hj Nafisah. Ya, kira-kira 25 tahun atau 30 tahun lalu sebelum akhirnya bikin warung sate sendiri. Hajjah Sinasih sendiri sempat jadi pegawai di warung sate milik Hajjah Nafisah yang waktu itu cukup besar selama lima tahun.

Setelah lima tahun jadi pegawai, Hajjah Sinasih memberanikan diri buka warung sate sendiri. Dasar rezeki, warung Sate Rembiga nya yang berada di jalan Rembiga nomer 4, Mataram ini justru banyak didatangkan pelanggan. Saat jam makan siang maupun malam, warung ini penuh dengan pelanggan. Jadi, bersiap-siap nggak kebagian tempat duduk. Percaya nggak percaya, mantan Presiden RI Soesilo Bambang Yudoyono (SBY) suka banget dengan Sate Rembiga ini.



“Pak SBY sering makan dan minta dibungkus sate ini,” terang pak Hatta, driver yang menemani saya berwisata di Lombok ini.

Jauh sebelum Hajjah Nafisah maupun Hajjah Sunasih, Sate Rembiga ternyata sudah ada sejak zaman kerajaan. Adalah seorang keluarga Raja Pejanggik yang tinggal di Rembiga memiliki keahlian membuat sate. Keahlian ini kemudian diwariskan secara turun temurun. Namun begitu, bukan berarti Hajjah Nafisah dan Hajjah Sunasih punya keturanan darah raja, lho. 

Saya nggak sempat berjumpa dengan Hajjah Sunasih yang selama beberapa tahun ini sudah menjadi "konglomerat sate" ini. Saat makan, di warung hanya ada salah satu anaknya. Makanya saat di Lombok dan mampir di warung, saya memanfaatkan mejeng dengan anaknya yang lagi mempersiapkan Sate Rembiga buat saya dan pak Hatta.



Yang manarik dari Sate Rembiga ini, nggak cuma bisa dinikmati di tempat. Anda bisa pesan dan dikirim melalui kurir. Bukan cuma dikirim ke wilayah Lombok dan sekitarnya, tetapi bisa juga ke Jakarta. Keren nggak tuh?! Sate Rembiga akan dipacking dengan rapi. Satenya sendiri bisa bertahan sampai 3 hari. Jangan heran, ada orang yang rapat di Jakarta minta dipesan 100-200 tusuk.

“Mau pesen mas?” tanya pak Hatta. “Nanti dikirim dari sini pake TIKI...”


Sate Rembiga ini emang enak, tapi saya mikir buat ngebawa pulang. Pengen sih makan lagi Sate Rembiga, tapi malas buat ngebawa ke pesawat. Mau nitip dikirim via kurir, kasihan juga yang dimintai tolong. Hadeeeh!!! Galau level 10, deh! Jangan-jangan bisa dititip via biro perjalanan semacam +lombok tourplus +Lombok Traveling Tours +Lombok Rise maupun +LombokMirah Sasak Adhi.

MENYAMBUT SANG PRESIDEN, PANTAI KUTA LOMBOK DIBERSIHKAN...

Saya datang ke Lombok ini bertepatan dengan Hari Pers Nasional (HPN) 2016. Oleh karena dianggap sebagai peristiwa nasional, maka Presiden akan hadir. Sebagai tuan rumah dan sebagaimana prototokoler kepresidenan, maka Lombok pun berbenah, terutama di sekitar pantai. Setidaknya hal ini saya alami pas berkujung ke Pantai Kuta.



Awalnya saya dan sang sopir nggak tahu, kenapa sejak jalan menuju ke pantai banyak terlihat orang berseragam loreng-loreng alias tentara. Begitu pula ketika memasuki areal pantai, tentara makin terlihat nyata tersebar di mana-mana. Saya tahu, Lombok jadi tuan rumah HPN, tetapi...

"Kenapa di venue HPN di Lombok City Center (LCC) sendiri beberapa hari ini nggak banyak tentara, bahkan tidak ada?" pikir saya dalam hati. "Yang banyak justru di pantai..."

Saya menyimpulkan sendiri, kalo di LCC mungkin pengamanannya H-2, tetapi kalo di pantai, karena area terbuka, maka pengamanannya justru lebih ribet, jadi H-7. Makanya tentara sudah diturunkan ekstra. Selain buat menjaga, ada sebagian tentara yang saya lihat di pantai lagi sibuk menrapikan pasir putih di pinggir pantai.

Pantai pun terlihat rapi.



"Tadinya banyak pedagang di pinggir pantai ini, pak," ujar seorang pedagang pada saya. Yang dimaksud pedagang adalah para PKL yang membuka kios di pinggi pantai. "Kios mereka untuk sementara dirubuhkan. Mau ada Presiden katanya..."

Meski banyak tentara, alhamdulillah saat saya mampir ke pantai nggak dipersulit. Begitu pula para turis masih bisa berjemur, berenang, atau snorkling.Ya, barangkali hari kedatangan Presiden masih beberapa hari -direncanakan pada 9 Februari ini bertepatan dengan HPN-.



Pantai Kuta Lombok letaknya di bagian selatan Pulau Lombok, bersebalah dengan Tanjung Aan. Jalan menuju ke Pantai Kuta sudah bagus dan mulus. Kabarnya baru diaspal pada 2013 kemarin. Jadi, saya beruntung bangat ya, datang ke Lombok jalan sudah mulus-lus.

Buat saya, Pantai Kuta Lombok lebih keren dibanding Pantai Kuta di Bali. Pantai pasir putihnya bersih dan lautnya bening. Percaya deh, Anda nggak tahan kalo nggak berenang atau sekadar bermain-main air di pantai. Selain itu, di sekeliling Pantai Kuta nggak sepadat Kuta Bali yang sudah penuh dengan resort, hotel, maupun tempat penginapan lain. Saya beruntung datang ke pantai pada saat nggak musim liburan, jadinya relatif sepi. Yang paling banyak justru bukan turis, tetapi tentara buat mengamankan sang Presiden yang kayaknya bakal mampir ke Pantai Kuta yang berada di Desa Kuta ini.  


  
 

KULINER LOMBOK KAGAK ADA MATINYE...

Begitulah ucapan kalo orang Betawi berwisata kuliner ke Lombok. Yup! Kebetulan saya asli Betawi. Memang di Betawi kuliner juga seabrek-abrek. Nggak cuma gado-gado, ada soto Betawi, dan macem-macem. Nah, pas sekarang saya ke Lombok, kulinernya pun kagak ada matinya. Banyak dan enak-enak!

Berikut sebagian kuliner yang saya sempat makan. Di luar kuliner-kuliner di bawah ini, masih  banyak kuliner lain yang nggak kalah mak nyuk bin nikmat.

1. Terong Bakar Lombok

Saya penggemar terong kelas wahid. Mau terong di balado atau original (direbus aja, maksudnya), pasti saya suka. Nah, begitu ke Lombok dan ketemu terong, mata saya pun langsung berbinar-binar. Di Lombok ini warna terongnya hijau. Terong hijau ini dibakar. Sesudah dibakar, topping terong dikasih plecing khas Lombok. Pedas, tapi nikmat!

Terong bakar ini banyak ditemukan di warung atau resto khas Lombok. Jadi nggak perlu takut nggak bakal kehabisan.


2. Sate Bulayak

Saya makan sate Bulayak pas makan malam. Sebenarnya nggak ada aturan kapan makan sate ini. Selama Anda lapar dan warung sate masih buka, ya silahkan ajah. Bahan sate ini dari sapi. Sebagai orang Betawi yang di Jakarta biasa beli sate ayam dan sate kambing, nggak bakal menemukan sate Bulayak berbahan ayam dan kambing. Semua penjual Bulayak ya berbahan sapi.

Nggak kayak sate ayam atau sate kambing, irisan Sate Bulayak kecil. Jadi bagi Anda penikmat sate dengan irisan gede, perlu beli Sate Bulayak dua porsi, deh. Atau kalo nggak mau pesen dua porsi, banyak makan lontongnya aja. Makan satu tusuk, lontongnya dua. Pasti dijamin kenyang.



Lontong sate Bulayak lucu. Mirip batang spidol. Ada warung yang menyajikan lontong yang masih dibungkus daun aren, ada yang sudah terbuka. Cara penyajian Sate Bulayak juga nggak kayak Sate Ayam atau Sate Kambing di Jakarta. Anda makan satu Bulayak-nya dulu, lalu lontong yang sudah dibuka dicocol ke bumbu bulayak dan baru deh dimakan.

Seperti juga terong bakar, Sate Bulayak ini banyak ditemukan dimana-mana, asal warung dan resto nya khas Lombok, lho. Jangan cari di Warung Nasi Padang, apalagi di KFC, karena dijamin nggak bakal nemu Sate Bulayak.

3. Nasi Puyung

Puyung di sini nggak ada hubungannya dengan jenis ikan. Eh, itu mah ikan Duyung ya? Maap, salah! Puyung adalah nama satu daerah atau tempat, dimana nasi ini pertama kali ditemukan. Siapa yang menemukan? Yang pasti bukan Thomas Alfa Edison, tetapi Inaq Isun. Dalam bahasa Lombok, INAQ artinya IBU atau dalam bahasa Betawi: EMAK.

Oleh karena sang penemu cuma satu orang, yakni Inaq Isun, maka nasi ini nggak ada yang menduplikasi. Mungkin ada, tapi nggak seenak penemu aslinya yang berasal dari daerah bernama Puyung itu tadi.



Apa kekhasan nasi Puyung yang dibilang enak ini? Topping-nya mirip bubur ayam, yakni ada suwir-suwiran ayam, plus kacang kedelai. Yang berbeda tentu saja sambalnya dan nasi yang disajikan masih hangat. Gara-gara masih hangat, begitu sang pelayan meletakkan nasi Puyung, masih terlihat kebulan asap dari nasinya. Suwiran ayamnya pun sudah terasa pedas. Oh iya, nasi Puyung disajikan di atas daun pisang.

Kebetulan pas ke Lombok ini saya dan teman-teman makan di lokasi asli nasi ini ditemukan, yakni di Dusun Lingkun Daye, Desa Puyung Lombok Tengah (di jalur Mataram - Praya). Awalnya nasi Puyung ini bukan makanan khas Lombok. Namun, karena Inaq Isun ini berhasil mengolah dengan apik, lalu banyak yang suka, kuliner ini menyebar ke seantero Lombok, dan jadi incaran para turis. Walhasil, belakangan nasi Puyung dijadikan makanan khas Lombok.

4. Sate Rembiga

Seperti juga nasi Puyung, sate Rembiga ini nggak ada yang bisa menduplikasi. Maklumlah, sate ini punya kekhasan dari segi bumbu sate-nya. Sebelum dibakar dan dikipas-kipas, ditaburi terlebih dahulu bumbu. Bumbu inilah yang nggak ada penjual bisa meniru. Cuma Hajjah Sinasih yang punya resepnya.

Bumbu sate Rembiga pedas-pedas manis. Rasa pedas pasti berasal dari cabe, karena nggak mungkin asalnya dari jeruk. Sementara manisnya pasti dari rasa gula. Nah, rasa itulah yang dibaluri ke daging sapi empuk. Oh iya, seperti juga sate Bulayak, sate Rembiga ini berbahan daging sapi. Anda nggak akan menemukan sate Rembiga berbahan ayam atau kambing.

Kok dari tadi sapi terus ya bahan setenya? Mungkin Anda bertanya-tanya kayak gitu. Perlu diketahui, NTB itu dikatakan sebagai "Negeri Sejuta Sapi". Di negeri ini banyak terdapat peternakan sapi. Sapinya beda, rasanya manis.

Balik lagi soal sete Rembiga ini. Kenapa disebut sate Rembiga? Seperti juga Puying, Rembiga itu diambil dari nama sebuah jalan, yakni jalan Rembiga. Sate Rembiga ini disajikan bersama lontong bulayak, yakni lontong dengan bungkus daun aren. Nggak kayak lontong Sate Bulayak, lontong sate Rembiga ini mirip kayak kerucut. Makanya daun aren yang membungkus lontong ini memutar ke atas sehingga di bagian ujung.



Nah, itu sebagian kecil kuliner khas Lombok. Sekali lagi, masih banyak kuliner lain yang nggak sempat saya makan. Kalo kangkung plecing atau ayam Taliwang, saya tetap makan dong. Termasuk aneka ikan bakar.

MELIHAT SELIR-SELIR MANDI DI TAMAN NARMADA LOMBOK

Pagi ini saya menjadi turis pertama yang berkunjung ke Taman Narmada. Bahkan, saya masih tanpa membayar tiket. Pak Hatta, sopir asli Lombok dengan cuek minta izin penjaga taman untuk masuk ke dalam. Kebetulan waktu berkunjung memang belum dibuka. Oleh karena saya sudah tiba di lokasi, seolah "penjaga taman", pak Hatta mengajak saya untuk masuk.

"Wah, enak juga punya sopir yang cuek kayak gini," pikir saya.



Sebagaimana Anda tahu, kerajaan Bali pernah berkuasa di Pulau Lombok. Oleh karena Bali beragama Hindu, maka kerajaan-kerajaan Bali pun banyak membangun taman sebagai tempat peristirahatan para Raja. Nah, salah satu taman yang dibangun ya Taman Narmada ini.

Taman Narmada dibangun oleh Raja Anak Agung Gde Ngurah Karangasem pada 1727 M. Sebagian buku sejarah menulis dibangun pada 1805 M. Nama taman ini diambil dari sebuah Sungai suci di India, yakni Sungai Narmada. Oleh Raja, par arsitek taman ini diminta membuat duplikat Gunung Rinjani dan Danau Segara Anak di tengah kota. Hal tersebut dilakukan agar Raja nggak perlu lagi naik ke puncak Gunung Rinjani maupun jalan ke danau Segara Anak. Sehingga saat Sang Raja sudah terlalu tua untuk melakukan ritual kurban (pekelan) ke puncak Gunung Rinjani yang punya ketinggian 3.726 meter, ia cukup berada di Taman Narmada ini.

Selain sebagai tempat khusus untuk memuja Dewa Shiwa, Taman Narmada juga diperuntukkan sebagai tempat peristirahatan raja.



"Ini tempat duduk Raja dan itu kolam tempat mandi para selir raja," ujar pak Hatta. "Jadi, saat para selir mandi, raja duduk di bangku ini".

Begitu cerita pak Hatta ketika saya berada lantai dua di sebuah rumah yang terbuat dari kayu. Rumah yang menjadi tempat istirahar Raja ini ada sebuah bangku kayu, dimana dari bangku kita bisa melihat sebuah kolam berukuran sekitar 10x10 meter persegi. Di tengah kolam itu terdapat air mancur. Nah, kolam itu dahulu kala tempat para selir raja mandi. Dari bangku di atas rumah peristirahatan raja itu konon raja melihat para selir itu mandi.

Sayang, pagi itu nggak ada selir yang mandi. Yang ada anak-anak SD berseragam olahraga warna biru yang berjalan di pinggir kolam.

"Itu anak-anak SD datang dari mana, Pak? Emang ada SD di taman ini?" tanya saya.

"Nggak ada mas. Itu anak-anak SD di samping taman ini," ujar pak Hatta.




Selain kolam tempat para selir mandi, ada juga tempat yang jadi incaran para turis, yakni Bale Petirtaan. Bentuknya seperti rumah berasitektur Hindu Bali. Di dalam rumah ini terdapat sumber mata air yang merupakan pertemuan 3 sumber mata air, yakni mata air Suranadi, Lingsar, dan Narmada.

Bagi umat Hindu, air ini dipandang sebagai air suci dan dapat berkhasiat untuk pengobatan. Air di Bale Pertirtaan ini dianggap sebagai Air Awet Muda. Namun, di luar umat Hindu, banyak yang mempercayai, bahwa air ini berkhasiat sebagai pengobatan dan awet muda, termasuk umat Muslim. Pak Hatta bercerita, banyak orang yang datang ke Taman Narmada ini cuma untuk mengambil air ini dan dibawa pulang.



"Ada yang mengusap-usap air di tubuhnya, ia sembuh dari penyakit," ujar pak Hatta seperti berpromosi.

Bagi yang ingin mendalami sejarah Taman Narmada, terdapat perpustakaan. Di perpustakaan, selain ada literatur, juga foto-foto Raja Anak Agung Gde Ngurah Karangasem.


Rabu, 03 Februari 2016

MONUMEN LOMBOK BANGKIT, LANDMARK DI LOMBOK BARAT

Beberapa ratus meter keluar dari Bandara Internasional Lombok, ada sebuah monumen yang seringkali disamakan seperti Taj Mahal "mini".Monumen yang dimaksud tak lain adalah Monumen Lombok Barat Bangkit (MLBB).  

MLBB terletak di jalan bypass menuju bandara. Monumen ini menjadi landmark atau simbol kemajuan Lombok Barat. Terdapat kubah di bagian atas monumen yang menjadi simbolisasi masyarakat Lombok yang dikenal religius. Luas monumen ini 174 m2 dengan ketinggian 19,8 meter. Lalu sekeliling monumen terdapat kolam dan air mancur.




Saat malam menjelang, kami kembali ke MLBB. Sebab, di waktu malam, monumen ini memancarkan cahaya warna-warni.




Selasa, 02 Februari 2016

PELECING KANGKUNG DAN TERONG BAKAR...

Pelecing kangkung, ayam taliwang, satu bulayak, dan beberapa kuliner lain adalah makanan yang tak boleh dilewatkan selama di Lombok. Berhubung sehabis transit perut kerongan, maka kami minta supir kami mencari rumah makan yang tak terlalu jauh dari bandara.

Kami akhirnya makan di seafood 89 yang berlokasi di jalan TGH Labu Api Lombok Barat. Meski diminta cari kuliner tak jauh dari bandara, tetapi kami tetap pesan ke driver agar kuliner yang dicari bukan kuliner ecek-ecek. Dan sang driver mengantarkan kami ke seafood 89 ini.

Terus terang, seafood 89 uenak banget! Semua makanan yang kami pesan: bawal, cumi-cumi, maupun plecing kangkung, tiada duanya alias ueenak. Terlebih lagi ada terong bakar warna hijau. Oleh karena itu, saya merekomendasikan lokasi makanan ini

LOMBOK, I'M COMING...!!!

Hujan mengguyur landasan pesawat, beberapa saat setelah pesawat kami landing di bandara internasional Lombok. Hari ini merupakan hari pertama saya, Rizky, dan Tami berada di Lombok. Padahal, saat di atas pesawat, kami melihat cuaca sangat cerah. Bahkan Tami sempat mengabadikan gambar via Brica pantai dari balik kaca jendela pesawat Citilink.



Saya berdoa, hujan yang turun ini menjadi sebuah berkah dari Allah untuk kami bertiga. Asyik kan begitu sampai Lombok langsung disambut hujan berkah. Apalagi di Lombok ini kami ingin kerja plus menikmati keindahan alam maupun kulinernya.



Setelah ngambil bagasi, kami kemudian keluar dari bandara untuk menemui sopir mobil rental yang akan menemani kami beberapa hari. Sebetulnya bandara Lombok ini tidak terlalu baru. Bandara yang terletak di Kabupaten Lombok Tengah, provinsi Nusa Tenggara Barat ini diresmikan pada 1 Oktober 2011 oleh Presiden SBY. Sayangnya, saat berada di luar bandara, nampak penggaturan kendaraan tidak tertib. Parkir taksi dan mobil rental yang sudah diatur, nampak tidak berfungsi. Mobil rental seolah menguasai lokasi parkir dekat pintu keluar bandara, sementara lokasi tempat taksi ngetem agak jauh.