Di Lombok ada banyak kuliner bergenre sate. Ada Sate Bulayak
dan juga Sate Tanjung. Selain dua sate itu, ada satu sate lagi yang khusus saya
mau ceritakan, yakni Sate Rembiga. Rembiga adalah nama sebuah desa yang berada
di dekat bekas Bandara Selaparang, yakni desa Rembiga. Sebelum bandara
internasional yang ada sekarang di Lombok, bandara yang dipergunakan adalah
Bandara Selaparang.
Sebagaimana Sate Bulayak, Sate Rembiga berbahan utama daging
sapi. Rasa satenya beda dengan Sate Bulayak atau Sate Tanjung. Sate Rembiga
sangat lezat. Selain gurih, rasanya juga pedas dan manis. Rasa itu dihasilkan
dari bumbu khas yang dibuat oleh sang penemu sekaligus pemilik ini, yakni
Hajjah Sinasih.
Rasa pedasnya sudah pasti dari cabe rawit. Selain cabe, ada terasi,
bawang putih, garam, dan gula. Itu bumbu. Gimana dengan dagingnya? Sebagaimana
sudah saya sebutkan tadi, dagingnya berasal dari sapi yang dipotong
kecil-kecil. Sebelum dimasak, daging direndam terlebih dahulu dengan bumbu yang
sudah dibuat tadi sampai kira-kira 3 jam. Hal ini dilakukan, supaya bumbu
meresap ke dalam daging. Oleh karena melewati waktu perendaman selama 3 jam,
jadi daging terasa empuk.
Sebetulnya resep bumbu dan cara membuat empuk sate
dipelajari Hajjah Sinasih dari Hj Nafisah. Ya, kira-kira 25 tahun atau 30 tahun
lalu sebelum akhirnya bikin warung sate sendiri. Hajjah Sinasih sendiri sempat jadi
pegawai di warung sate milik Hajjah Nafisah yang waktu itu cukup besar selama
lima tahun.
Setelah lima tahun jadi pegawai, Hajjah Sinasih memberanikan diri
buka warung sate sendiri. Dasar rezeki, warung Sate Rembiga nya yang berada di
jalan Rembiga nomer 4, Mataram ini justru banyak didatangkan pelanggan. Saat jam
makan siang maupun malam, warung ini penuh dengan pelanggan. Jadi, bersiap-siap
nggak kebagian tempat duduk. Percaya nggak percaya, mantan Presiden RI Soesilo
Bambang Yudoyono (SBY) suka banget dengan Sate Rembiga ini.
“Pak SBY sering makan dan minta dibungkus sate ini,” terang
pak Hatta, driver yang menemani saya berwisata di Lombok ini.
Jauh sebelum Hajjah Nafisah maupun Hajjah Sunasih, Sate
Rembiga ternyata sudah ada sejak zaman kerajaan. Adalah seorang keluarga Raja
Pejanggik yang tinggal di Rembiga memiliki keahlian membuat sate. Keahlian ini
kemudian diwariskan secara turun temurun. Namun begitu, bukan berarti Hajjah
Nafisah dan Hajjah Sunasih punya keturanan darah raja, lho.
Saya nggak sempat berjumpa dengan Hajjah Sunasih yang selama beberapa tahun ini sudah menjadi "konglomerat sate" ini. Saat makan, di warung hanya ada salah satu anaknya. Makanya saat di Lombok dan mampir di warung, saya memanfaatkan mejeng dengan anaknya yang lagi mempersiapkan Sate Rembiga buat saya dan pak Hatta.
Yang manarik dari Sate Rembiga ini, nggak cuma bisa
dinikmati di tempat. Anda bisa pesan dan dikirim melalui kurir. Bukan cuma dikirim
ke wilayah Lombok dan sekitarnya, tetapi bisa juga ke Jakarta. Keren nggak
tuh?! Sate Rembiga akan dipacking dengan rapi. Satenya sendiri bisa bertahan
sampai 3 hari. Jangan heran, ada orang yang rapat di Jakarta minta dipesan
100-200 tusuk.
“Mau pesen mas?” tanya pak Hatta. “Nanti dikirim dari sini
pake TIKI...”
Sate Rembiga ini emang enak, tapi saya mikir buat ngebawa
pulang. Pengen sih makan lagi Sate Rembiga, tapi malas buat ngebawa ke pesawat.
Mau nitip dikirim via kurir, kasihan juga yang dimintai tolong. Hadeeeh!!!
Galau level 10, deh! Jangan-jangan bisa dititip via biro perjalanan semacam +lombok tourplus +Lombok Traveling Tours +Lombok Rise maupun +LombokMirah Sasak Adhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar