Begitulah ucapan kalo orang Betawi berwisata kuliner ke Lombok. Yup! Kebetulan saya asli Betawi. Memang di Betawi kuliner juga seabrek-abrek. Nggak cuma gado-gado, ada soto Betawi, dan macem-macem. Nah, pas sekarang saya ke Lombok, kulinernya pun kagak ada matinya. Banyak dan enak-enak!
Berikut sebagian kuliner yang saya sempat makan. Di luar kuliner-kuliner di bawah ini, masih banyak kuliner lain yang nggak kalah mak nyuk bin nikmat.
1. Terong Bakar Lombok
Saya penggemar terong kelas wahid. Mau terong di balado atau original (direbus aja, maksudnya), pasti saya suka. Nah, begitu ke Lombok dan ketemu terong, mata saya pun langsung berbinar-binar. Di Lombok ini warna terongnya hijau. Terong hijau ini dibakar. Sesudah dibakar, topping terong dikasih plecing khas Lombok. Pedas, tapi nikmat!
Terong bakar ini banyak ditemukan di warung atau resto khas Lombok. Jadi nggak perlu takut nggak bakal kehabisan.
2. Sate Bulayak
Saya makan sate Bulayak pas makan malam. Sebenarnya nggak ada aturan kapan makan sate ini. Selama Anda lapar dan warung sate masih buka, ya silahkan ajah. Bahan sate ini dari sapi. Sebagai orang Betawi yang di Jakarta biasa beli sate ayam dan sate kambing, nggak bakal menemukan sate Bulayak berbahan ayam dan kambing. Semua penjual Bulayak ya berbahan sapi.
Nggak kayak sate ayam atau sate kambing, irisan Sate Bulayak kecil. Jadi bagi Anda penikmat sate dengan irisan gede, perlu beli Sate Bulayak dua porsi, deh. Atau kalo nggak mau pesen dua porsi, banyak makan lontongnya aja. Makan satu tusuk, lontongnya dua. Pasti dijamin kenyang.
Lontong sate Bulayak lucu. Mirip batang spidol. Ada warung yang menyajikan lontong yang masih dibungkus daun aren, ada yang sudah terbuka. Cara penyajian Sate Bulayak juga nggak kayak Sate Ayam atau Sate Kambing di Jakarta. Anda makan satu Bulayak-nya dulu, lalu lontong yang sudah dibuka dicocol ke bumbu bulayak dan baru deh dimakan.
Seperti juga terong bakar, Sate Bulayak ini banyak ditemukan dimana-mana, asal warung dan resto nya khas Lombok, lho. Jangan cari di Warung Nasi Padang, apalagi di KFC, karena dijamin nggak bakal nemu Sate Bulayak.
3. Nasi Puyung
Puyung di sini nggak ada hubungannya dengan jenis ikan. Eh, itu mah ikan Duyung ya? Maap, salah! Puyung adalah nama satu daerah atau tempat, dimana nasi ini pertama kali ditemukan. Siapa yang menemukan? Yang pasti bukan Thomas Alfa Edison, tetapi Inaq Isun. Dalam bahasa Lombok, INAQ artinya IBU atau dalam bahasa Betawi: EMAK.
Oleh karena sang penemu cuma satu orang, yakni Inaq Isun, maka nasi ini nggak ada yang menduplikasi. Mungkin ada, tapi nggak seenak penemu aslinya yang berasal dari daerah bernama Puyung itu tadi.
Apa kekhasan nasi Puyung yang dibilang enak ini? Topping-nya mirip bubur ayam, yakni ada suwir-suwiran ayam, plus kacang kedelai. Yang berbeda tentu saja sambalnya dan nasi yang disajikan masih hangat. Gara-gara masih hangat, begitu sang pelayan meletakkan nasi Puyung, masih terlihat kebulan asap dari nasinya. Suwiran ayamnya pun sudah terasa pedas. Oh iya, nasi Puyung disajikan di atas daun pisang.
Kebetulan pas ke Lombok ini saya dan teman-teman makan di lokasi asli nasi ini ditemukan, yakni di Dusun Lingkun Daye, Desa Puyung Lombok Tengah (di jalur Mataram - Praya). Awalnya nasi Puyung ini bukan makanan khas Lombok. Namun, karena Inaq Isun ini berhasil mengolah dengan apik, lalu banyak yang suka, kuliner ini menyebar ke seantero Lombok, dan jadi incaran para turis. Walhasil, belakangan nasi Puyung dijadikan makanan khas Lombok.
4. Sate Rembiga
Seperti juga nasi Puyung, sate Rembiga ini nggak ada yang bisa menduplikasi. Maklumlah, sate ini punya kekhasan dari segi bumbu sate-nya. Sebelum dibakar dan dikipas-kipas, ditaburi terlebih dahulu bumbu. Bumbu inilah yang nggak ada penjual bisa meniru. Cuma Hajjah Sinasih yang punya resepnya.
Bumbu sate Rembiga pedas-pedas manis. Rasa pedas pasti berasal dari cabe, karena nggak mungkin asalnya dari jeruk. Sementara manisnya pasti dari rasa gula. Nah, rasa itulah yang dibaluri ke daging sapi empuk. Oh iya, seperti juga sate Bulayak, sate Rembiga ini berbahan daging sapi. Anda nggak akan menemukan sate Rembiga berbahan ayam atau kambing.
Kok dari tadi sapi terus ya bahan setenya? Mungkin Anda bertanya-tanya kayak gitu. Perlu diketahui, NTB itu dikatakan sebagai "Negeri Sejuta Sapi". Di negeri ini banyak terdapat peternakan sapi. Sapinya beda, rasanya manis.
Balik lagi soal sete Rembiga ini. Kenapa disebut sate Rembiga? Seperti juga Puying, Rembiga itu diambil dari nama sebuah jalan, yakni jalan Rembiga. Sate Rembiga ini disajikan bersama lontong bulayak, yakni lontong dengan bungkus daun aren. Nggak kayak lontong Sate Bulayak, lontong sate Rembiga ini mirip kayak kerucut. Makanya daun aren yang membungkus lontong ini memutar ke atas sehingga di bagian ujung.
Nah, itu sebagian kecil kuliner khas Lombok. Sekali lagi, masih banyak kuliner lain yang nggak sempat saya makan. Kalo kangkung plecing atau ayam Taliwang, saya tetap makan dong. Termasuk aneka ikan bakar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar