Bencana serta kecalakaan yang belakangan ini sering terjadi di Indonesia jelas menimbulkan banyak korban. Ada korban yang meninggal, ada korban yang setengah meninggal. Yang dimaksud korban setengah meninggal adalah korban-korban yang nyawanya kritis. Biasanya korban yang kritis butuh darah. Nah, situasi inilah yang menyebabkan Palang Merah Indonesia (PMI) butuh banyak darah. Namun sayang seribu kali sayang, stock darah di PMI terbatas. Oleh karena itu, PMI appriciate banget pada para pendonor darah.
Kemarin, pagi-pagi sebelum kerja, seperti biasa gue antar istri di gedung Menara Jamsostek, Gatot Subroto. Entah kenapa, Tuhan mempertemukan gue pada sebuah spaduk yang dipasang di parkiran mobil. Spanduk itu berisi informasi mengenai adanya donor darah di gedung tempat istri gue kerja. Terus terang udah lama banget gue mau mendonorkan darah gue, setelah terakhir diambil darah tahun 2007. Beberapa kali pula, gue dan istri udah niat pengen ke kantor pusat PMI buat menyerahkan diri, eh maksudnya mendonorkan darah. Tapi selalu saja nggak kesampaian. Dan pagi ini, kayaknya Tuhan mendesak gue buat mendonorkan darah gue lagi, yang kalo dicatat di kartu sih udah yang ketiga kalinya.
Dear friends, apakah Anda pernah mendonorkan darah? Luar biasa! Kalo Anda pernah mendonorkan darah, two thumbs for you. Nggak semua orang tertarik mendonor. Nggak semua orang rela darahnya diambil. Banyak alasan yang mendasari itu, salah satunya takut jarum, ya kan? Gue sebenarnya orang yang paling takut jarung. Jarum suntik, tentunya. Bukan jarum jahit, apalagi jarum super (maksudnya merek salah satu rokok, bo!). Sejak kecil, kalo bisa gue menghindari dengan yang namanya jarum suntik. Makanya sampai gede kayak sekarang ini, gue ogah pake jarum suntik dan nggak berminat jadi pecandu narkoba.
Namun ketika pertama kali memberanikan diri donor beberapa tahun lalu, segala ketakutan gue terhadap jarum, gue coba hilangkan. Fokus gue, gimana caranya gue bisa menyumbangkan darah buat orang lain yang membutuhkan. Ya, siapa tahu ada orang yang udah kritis, sekarat, atau bentar lagi mampus, bisa tertolong gara-gara darah gue. Itu perbuatan muliah, kan?
Terus terang gue salut banget manajemen gedung Menara Jamsostek ini berhasil melakukan program donor darah, yang katanya istri gue rutin tiap tiga-enam bulan sekali. Nah, di kantor gue aja belum pernah. Kalo di kantor gue yang dulu sih udah pernah. Ya di kantor gue yang lama itulah buat pertama kalinya gue mendonorkan darah.
Gue juga salut antusias para karyawan di Menara Jamsostek ini. Kemarin pagi, kirain cuma segelintir orang yang niat mendonor, eh ternyata ketika gue sampai di meja panitia pukul 9 pagi, nomor antrean sudah mencapai lebih dari 150. Gue sendiri mendapat jatah nomor 183. Padahal setelah gue, masih banyak orang yang mendaftar. Ketika gue konfirmasi panitia, jatah yang diberikan buat nomor antrean cuma sampai 200. Sebab, kantong darah yang dibawa PMI cuma 200 kantong. Kenapa sih sedikit, sementara peminat yang mau donor banyak?
“Dalam setiap donor darah, waktunya cuma bisa 3 sampai 4 jam,” kata salah seorang wakil dari PMI. “Sebab, lebih dari 3 atau 4 jam, darah jadi nggak bagus kualitasnya.”
Memang, darah yang diambil sebaiknya langsung dimasukkan ke dalam ruang khusus penyimpan darah, ya seperti freezer gitu deh. Paling lambat, 4 jam setelah darah masuk kantong, darah harus langsung “diawetkan”. Kadar suhu udara di luar freezer menyebabkan darah bisa terkontaminasi. Bakteri-bakteri yang masuk jadi mengurangi kualitas darah. Yang ada kalo kualitas darah nggak bagus, orang yang mendapatkan darah kita nggak bisa sembuh.
Walhasil, panitia donor darah Menara Jamsostek menolak beberapa pendonor yang udah bela-belain mau mendonor, eh nggak bisa dengan alasan jumlah kantong cuma 200 kantong. Untung ada satu panitia yang memberi motivasi yang luar biasa. Panitia ini bilang, yang penting udah niat. Insya Allah, kalo udah niat, Tuhan akan mencatat amal kebaikan kita. Amin!
Bagi mereka yang udah mendaftar dan mendapat nomor antrean, nggak langsung bisa diambil darahnya. Ada satu tahap yang kudu dilewati. Mereka kudu melawati meja yang terdapat dua wanita yang akan mengambil sample darah kita -buat mengetahui golongan darah-, plus dicek tekanan darah dan hemoglobin kita. Kalo dari meja ini ketahuan tekanan darah serta hemoglobin kita nggak memenuhi syarat (darah rendah, misalnya), ya nggak bisa diambil darah kita. PMI memang nggak mau mengambil darah orang yang memiliki darah rendah, karena takut pingsan. Biasanya salah satu penyebab darah rendah, karena kurang tidur. Jadi jangan heran banyak calon pendonor di Menara Jamsostek kemarin itu yang tereliminasi di tahap ini. Kasihan ya? Tapi Insya Allah, mereka sama seperti yang nggak kebagian nomor antrean alias ditolak, yakni udah punya niat mulia.
Akhirnya gue tiduran juga di sebuah tempat tidur darurat. Petugas PMI yang men-service gue berjenis kelamin wanita. Dan jarum suntik yang menghubungkan nadi gue ke kantong darah via selang kecil ditusukkan ke lengan kiri gue. Blas! Ceprot! Menurut Petugas yang berjilbab ini, darah gue rada lambat pergerakannya. Kayak kura-kura kali ya lambatnya? Makanya pengambilan darah gue memakan waktu agak lama. Konon penyebab darah lambat gara-gara suhu udara di ruangan terlalu dingin, sehingga darah bisa ikut membeku. Berarti orang-orang yang tinggal di salju kalo mendonorkan darah bisa seharian kali ya? Soalnya darah mereka pasti udah jadi es, bahkan ada yang jadi batu es kali.
Ah, akhirnya kelar juga gue mendonorkan darah! Menurut Petugas, gue menyumbang 250 cc. Pengennya sih gue lebih dari itu, tapi kata Petugas nggak boleh, karena takut kekurangan darah. Gue terpaksa mengikuti perintah Petugas agar nggak mengurangi darah gue. Setuju! Masa udah kurang duit, kurang makan, kurang ajar, tinggi berkurang, darah gue ikut-ikutan berkurang. Berbahaya la yau! Oh iya, selama 4 jam event di Menara Jamsostek ini -mulai pukul 08:30 wib-12:00 wib-, PMI berhasil mendapatkan 200 kantong. Coba hitung kalo rata-rata pendonor menyumbangkan 250 cc, maka jumlah darah yang berhasil dikumpulkan kemarin berapa anak-anak yang manis?
Kelar donor darah, gue jadi berpikir. Kemarin itu kan tanggal 28 Oktober. It means hari Sumpah Pemuda. Artinya lagi, gue baru ngerti kenapa Tuhan “memaksa” gue untuk mendonorkan darah, yakni supaya di hari Sumpah Pemuda kemarin, ada sesuatu yang gue bisa lakukan buat bangsa ini. Widih! Memang sih kedengarannya terlalu berlebihan, tapi menurut gue, sekecil apapun, gue udah bisa menyumbangkan apa yang ada di diri gue, salah satunya ya darah gue ini. Daripada darah gue disedot sama drakula? Mending gue kasih PMI, ya nggak? Lebih bermanfaat buat orang banyak.
all photos copyright by Brillianto K. Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar