Sepanjang demonstrasi, ada-ada saja ide yang digulirkan para demonstran. Saya sangat tertarik dengan ide-ide gila ketimbang bakar-bakaran ban mobil atau motor, mencorat-coret tembok, merubuhkan pagar kantor atau merusak milik umum, bahkan sampai timpuk-timpukan. Aksi-aski anarkis kayak begitu biasanya dilakukan oleh para demonstran atau mahasiswa-mahasiswa yang nggak kreatif.
Saya lebih suka melihat mahasiswa-mahasiswa kreatif, ketimbang mahasiswa yang cara demonstrasinya mirip kaum buruh atau orang-orang kelas bawah lain, yang merusak dan menjatuhkan citra sebagai kaum intelektual. Mohon maaf, saya sempat lihat liputan televisi, di salah satu daerah, segerombolan mahasiswa mencorat-coret mobil yang lewat dengan pilox. Ada pula yang menurunkan penumpang yang menggendarai mobil milik pemerintahan. Walah! Nggak simpatik banget sih! Norak! Nggak kreatif!
Anyway, berikut ini beberapa foto features hasil jepretan saya pada saat berlangsung demo 100 hari pemerintahan SBY di Jakarta kemarin. Memang saya nggak sempat merekam demonstran yang unik, karena kebetulan saya nggak seharian mengikuti demo, cuma setengah hari. Maklum, saya harus pergi ke kantor, soalnya lagi nggak cuti.
POSTER SBY DI PANTAT KERBAU
Seekor kerbau tiba-tiba dilepas di kolam bunderan Hotel Indonesia (HI). Ukuran tubuh kerbau itu cukup besar. Nggak heran seluruh pasang mata langsung tertuju pada aksi gokil ini, tak terkecuali satuan Brimop.
Bukan sekadar kerbau, tetapi yang menarik ada tulisan dan poster SBY di pantat kerbau itu. Tulisan di poster itu adalah: KAMI LAPAR! PEMUDA CINTA TANAH AIR. Ada dua pria yang sekujur tubuhnya ditaburi bahan warna putih yang menjadi "pengawal" kerbau. Seperti juga kerbau, di pantat mereka pun dipasangkan poster yang sama.
DEMO YA DEMO, JUALAN JALAN TERUS
"Alhamdulillah, ada aja yang beli, mas," kata salah seorang penjual handuk kecil mengomentari hasil jualannya selama demonstrasi.
Pedagang handuk kecil cuma satu di antara beberapa pedagang yang ada di seputar bunderan HI dan jalan-jalan yang dilalui oleh para demonstran. Mereka yang tergolong rakyat kecil ternyata lebih suka kalo ada demo, karena dagangan laku keras.
Pagi-pagi saja -sekitar pukul 09.00 wib-, beberapa gerobak dagangan sudah stand by di dekat bunderan HI, tepatnya di samping hotel Kempinski atau depan hotel Hyatt, Thamrin, Jakarta Pusat. Mau makanan apa saja, ada di situ. Mau ketoprak, mie ayam, sate padang, termasuk kacang rebus segala. Kalo Anda suka rambutan, ada juga gerobak penjual rambutan di situ.
Selain pedagang minuman dan makanan, yang juga laku didagangkan di sepanjang aksi demo adalah pedagang kaca mata dan topi. Hebat memang pedagang kaca mata ini. Dia punya intuisi bisnis yang gokil. Dia tahu kalo cuaca saat demo panas banget. Kalo panas, tentu mata akan silau. Jalan satu-satunya, ya pakai kaca mata. Di saat demo, harga kacama yang biasanya cuma 10 ribuan, dijual 15 ribu sampai 20 ribu perak.
Selain kacamata, topi juga afdol buat para demonstran yang merasa kepanasan. Daripada bawa payung, mending pakai topi. Si pedagang ngerti kalo topi buat demo modelnya kayak topi ekspedisi. Harga topi selama demo Rp 5.000.
Yang lucu, di antara pedagang itu ada yang menjual balon-balonan plastik warna merah putih. Setahu saya, balon model begitu biasa dipergunakan kalo ada pertunjukan musik, dimana dibawa oleh para penggemar band yang lagi manggung. Kalo mereka histeris, balon dari plastik itu ditepuk-tepukkan. Prok! Prok! Prok!
PATUNG TIKUS SEHARGA 500 RIBU PERAK
Gara-gara nggak puas dengan pemerintahan SBY, Pak Sugiyanto membuat sebuah patung, dimana di patung tersebut terdapat beberapa ekor tikus dan seekor raja tikus. Seperti kita tahu, tikus adalah sebuah simbol ketamakan, pencuri, dan mahkluk gesit tetapi culas.
Patung ini dijual seharga Rp 500 ribu. Pak Sugiyanto yakin, ukuran karya seni sebetulnya nggak layak dihargai dengan harga segitu. Tetapi patung para tikus dan raja tikus ini pasti bakal terjual dengan harga tinggi kalo bisa dijual ke Komisi Pembrantasan Korupsi yang disimbolkan sebagai "cecak". Lah, sebenarnya mau protes soal 100 hari SBY atau jualan patung sih, Pak?
HOBI NONTON DEMO
Namanya Ibu Ida. Usianya kira-kira sudah 60 tahunan. Saat saya ngobrol dengannya, ia sedang melihat barisan para mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di samping hotel Kempinski. Wajahnya nggak menunjukan ketakutan, tetapi biasa saja.
"Saya mah tiap kali ada demo nonton," akunya. "Habis hobi sih!"
Sebagai seorang wanita tua, ia nampak cuek berada di tengah aksi demonstrasi. Ia mengaku tiap kali menonton demo selalu sendirian. Nggak ada tetangganya, termasuk keluarganya.
"Suami saya sudah meninggal. Anak satu-satunya pun sudah meninggal. Saya tinggal sendirian," jelasnya.
Ternyata hobi nonton demo ini sudah dilakukannya lama, yakni sejak demonstrasi Peristiwa Malari yang berlangsung di jalan Salemba. Peristiwa itu dikenal sebagai angkatan 66. Lalu pada saat Tragedi Semanggi tahun 1998, Ibu Ida juga sempat menjadi salah satu saksi mata.
Nggak apa-apa deh bu punya hobi nonton demo, daripada punya hobi korupsi? Makan duit rakyat triliuan rupiah. Atau punya hobi jadi maling, lalu berteriak ada maling...
all photos copyright by Brillianto K. Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar