Barangkali tak banyak orang tahu, siapa otak di balik modernisasi museum Bank Indonesia (BI) yang diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 21 Juli 2009 lalu. Dia tak lain adalah Miranda Goeltom. Gara-gara beliau, museum BI jadi jauh lebih keren dari sebelumnya. Bahkan saat ini museum BI dianggap sebagai museum terbaik di Indonesia dan paling siap menghadapi 'Tahun Kunjungan Museum 2010' yang sudah ditetapkan pemerintah melalui Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Ir. Jero Wacik, SE pada 30 Desember 2009 lalu.
Miranda Swaray Goeltom. Begitulah nama panjang wanita berdarah Batak kelahiran Jakarta, 19 Juni 1949 ini. Selama ini, ia memang dikenal sebagai Deputy Gubernur BI yang cukup kontroversial. Betapa tidak, ia dianggap wanita ambisius yang menginginkan posisi tertinggi di BI. Bayangkan, sejak dikalah oleh Burhanuddin Abdullah yang meraih posisi Gubernur BI pada tahun 2003 sampai akhir masa jabatannya, Miranda tetap mengincar jabatan sebagai Gubernur BI. Namun di pemilihan berikutnya, ia kalah lagi dengan pesaing kuatnya: Boediono. Setelah Boediono maju dalam pencalonan wakil presiden bersama SBY, Miranda cuma mengisi posisi sebagai Pejabat Pelakasana Tugas Harian Gubernur BI.
"Saya beruntung didukung oleh orang-orang gila, sehingga saya yang gila ini bisa mewujudkan impian saya," ujar Miranda.
Di luar sepak terjangnya di BI, Miranda adalah otak di balik konsep museum BI yang kini begitu modern dan bisa disejajarkan dengan museum-museum di luar negeri. Ia sangat serius menggarap museum BI. Saking seriusnya, ia membuat sebuah unit khusus di BI yang menangani museum BI ini. Di unit ini terdapat orang-orang yang sangat kompeten di bidangnya. Ada peneliti yang khusus mengumpulkan data-data dan sejarah tentang Bank Indonesia. Ada ahli komunikasi visual, dimana bertugas membuat visualisasi museum agar enak dinikmati, sehingga penggunjung betah. Ada pula para seniman yang merancang tata letak, diorama, patung-patung, serta instalasi yang ada di ruang pamer.
Hasilnya? Luar biasa! Menakjubkan! Kayaknya museum BI yang sangat siap menghadapi 'Tahun Kunjungan Museum 2010' ini. Bukan omong kosong, oleh Miranda, museum BI disulap menjadi museum yang terkonsep, menghibur, ada interaksi dengan penggunjung, nyaman, dan yang tak kalah penting, tidak berdebu dan WC-nya tidak jorok.
Kesungguhan wanita yang juga dikenal sebagai guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) untuk menjadikan museum BI "cantik", berawal dari "provokasi" salah seorang direksi yang berada di lingungan BI. Ia bernama Poernomo yang saat ini menjadi Peneliti Sejarah Utama di Unit Khusus Museum BI.
"Sebelum direnovasi, saya bilang ke Ibu (Miranda-pen) begini: Ibu serius nggak mau menggarap museum?" ucap Poernomo seraya mengingat masa-masa awal sebelum renovasi dilakukan beberapa tahun lalu. "Ternyata Ibu marah dan meminta saya untuk menjadi Ketua tim renovasi museum BI".
Menurut Poernomo, tidak semua pejabat bisa mampu melakukan sebagaimana Miranda lakukan, yakni "mempercantik" museum. Biar dikasih budget yang sama, sentuhan masing-masing orang pasti berbeda. Kata pepatah: man behind the gun. Benar juga sih. Yang terjadi kebanyakan dikorup dulu uangnya, baru merenovasi museum dengan sisa uang yang ada.
"Saya nggak pernah pusing dengan budget, karena bukan saya yang mengurus pengadaan barang di museum ini," ujar Miranda. "Saya cuma punya konsep!"
Boleh jadi, konsep yang di otak Miranda luar biasa. Di luar dari kemampuannya di bidang hitug-menghitung uang, ia memiliki sense of art yang tinggi. Hal ini bisa dimaklumi, karena selama ini pergaulannya dengan seniman-seniman cukup intens.
"Saya beruntung punya orang-orang gila," aku Miranda mengomentari orang-orang dari unit khusus museum BI yang ada di belakang konsepnya. "Saya salut dengan mereka. Di BI, unit yang ngurusin museum itu dianggap nggak elit. Kalo ngurusin moneter, baru dianggap elit. Siapa yang mau ngurusin museum? Makanya saya bilang, mereka itu gila. Dan saya bersyukur punya orang-orang gila kayak mereka".
Kalo membicarakan soal budaya dan museum dengan Miranda, butuh waktu yang cukup lama. Soalnya, ia begitu antusias. Ia bisa berbicara A sampai Z. Nggak cuma memandingakan museum satu dengan museum lain, tetapi soal impiannya terhadap museum di tanah air.
Miranda ingin sekali mengurusi museum-museum yang ada di Indonesia ini, dimana hampir seluruh museum nggak siap dengan 'Tahun Kunjungan Museum 2010'. Selain nggak menarik, WC-nya bau dan nggak ada AC-nya.
"Saya sedih banget dengan kondisi museum di Indonesia," ujar wanita yang setiap hari masih rajin jogging selama 45 menit dan bersepeda setiap Sabtu sepanjang 30 km ini. "Bayangkan, untuk menemukan canting (alat untuk membatik-pen) kuno, saya harus melihat di Singapura. Museum di Indonesia ini nggak punya".
Ia sering mengusulkan pada Menteri Keuangan Sri Mulyani agar menyisihkan dana buat "mempercantik" semua museum di Indonesia. Bukan cuma "mempercantik", tetapi mengembalikan benda-benda purbakala yang saat ini ada di museum-museum di luar negeri. Namun sayang, jawabannya selalu soal prioritas. Museum nggak termasuk prioritas utama di Indonesia ini, tetapi di tempatkan di paling buncit.
"Jadi wajar kalo kita melihat museum-museum yang ada di Indonesia ini seperti apa, ya nggak? Wong nggak jadi prioritas, kok?"
Itulah yang membuatnya cuma bisa geram dengan kondisi yang ada. Pada saya, Miranda sempat tercetus keinginannya buat mengurus museum yang ada di Indonesia ini. Buat saya, keinginanan Miranda sekali lagi patut diacungkan jempol. Saya yakin, hal itu bukan karena mengurus museum banyak uang atau seolah mengejar "kursi basah". Tetapi lebih kepada kepeduliannya terhadap warisan bangsa, apalagi tahun ini sudah ditetapkan sebagai 'Tahun Kunjungan Museum 2010'.
all photos copyright by Brillianto K. Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar