Begitulah permintaan Guruh Soekarnoputra pada pembantunya, bu Marmi setiap kali makan. Kalo enggak tersedia di meja makan, jangan harap Guruh mau makan.
Sudah sejak lama, Guruh tergila-gila sama sambal gandaria. Kira-kira sejak bu Fatmawati masih hidup. Ia bahkan tahu mana sambal yang di-blender (dibuat dengan alat blender) atau asli hasil ulekan pembantunya itu.
"Bahkan kalo pergi ke luar negeri, denmas selalu minta dibawakan sambel buatan saya," jelas Marmi. Yang dimaksud denmas nggak lain ya Guruh.
Tiga orang ini sudah puluhan tahun mengabdi di rumah Guruh. Ada yang dari bujangan, lalu saling pandang-pandangan dan kemudian jadi suami istri. "Selama denmas masih membutuhkan dan badan saya masih sanggup, saya akan terus mengabdi," kata bu Marmi.
Terus terang pada saat diceritakan soal sambal gandaria tersebut, saya penasaran. Apa sih yang membuat seorang anggota DPR periode 2009-2014 dan calon Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini tergila-gila dengan sambal gandaria itu? Beruntung banget saya ditawarkan bu Marmi ketika berkunjung ke markas Guruh di jalan Sriwijaya Raya no 26.
"Cobain ayam gorengnya juga, mas," tawar Marmi.
Ternyata sambal gandarianya memang Endang S. Taurina, bo! Ayam gorengnya pun mantabs punya. Entah gara-gara suka, saya sempat dibungkusin ayam goreng dan tentu saja sambal gandaria yang pedas-pedas merayu itu.
Selain sambal, Marmi membocorkan makanan kesukaan Guruh. Terus terang saya kaget mendengarnya, karena saya nggak menyangka. Anda tahu apa? jengkol dan pete. Meski nggak menjadi kewajiban sebagaimana sambal gandaria yang setiap hari harus tersedia, namun Guruh sangat suka makan jengkol atau pete.
"Apalagi jengkolnya dicolek sambal gandaria, enak banget!" aku Guruh.
Dari dulu sampai tahun 2010 ini, dapur di rumah jalan Sriwijaya Raya tetap sama. Di dapur ini bu Fatmawati Soekarno mengajari bu Marmi memasak. Dari dapur ini pula, lahir sambal gandaria.
Kegilaan Guruh pada sambal dan "makanan rumahan" memang nggak lepas dari nama Marmi. Wanita ini adalah pembantu yang sudah 35 tahun mengabdi pada Guruh. Luar biasa bukan? Ia mengaku sudah mengenal Guruh sejak masih remaja -saat ini Guruh berusia 57 tahun. Jadi kalo Marmi sudah bekerja 35 tahun, maka ia pertama kali berjumpa dengan anak bungsu Presiden RI ke-1 ini saat berusia 22 tahun atau tahun 1979.
"Saat itu saya sedang nyapu di halaman rumah ini," kata Marmi membuka kisah masa lalu. "Dahulu waktu belum jadi rumah tinggal, rumah ini sempat dijadikan kantor. Nah, bu Fat sempat bertanya apakah saya mau tetap bekerja? Ya saya jawab mau. Tugas saya katanya menjaga denmas Guruh."
Sejak itulah bu Marmi mulai bekerja menjaga Guruh. Ia menilai, sebagai Ibu Negara, bu Fat begitu telaten menjaga anak-anaknya. Ia bahkan mau menyuapi (memberi makan-pen) pada anak-anak mereka sendiri. Tugas bu Marmi hanya mendampingi bu Fat kalo kebetulan butuh sesuatu saat menyuapi.
"Menyuapinya pake tangan, lho," aku Guruh. "Padahal saat itu usia saya sudah 20-an tahun. Tapi saya masih disuapi, karena saya suka. Tangan Ibu itu, lho yang kayaknya makanan jadi terasa enak banget."
Ini yang namanya sambal gandaria yang digila-gilai oleh Guruh Soekarnoputra. Tanpa sambal buatan bu Marmi ini, Guruh ogah makan.
Ketika ditanya pendapat soal Guruh, mata bu Marmi berkaca-kaca. Ia bilang, Guruh itu baik sekali. Ia sangat peduli sekali dengan orang-orang kecil seperti dirinya. Padahal kalo dipikir, dengan statusnya sebagai mantan Presiden RI yang tersohor di dunia dan orang berada, Guruh nggak akan mungkin mau bergaul dengan orang selevel Marmi.
"Saya ini siapa sih mas?" ungkap Marmi. "Tapi gara-gara denmas baik sekali pada kami, maka kami betah kerja di sini. Rata-rata orang yang kerja di rumah denmas lebih dari sepuluh tahun. Saya sendiri sudah kerja 35 tahun."
Sekarang ini jarang banget ada pembantu yang mengabdi kayak bu Marmi ini, puluhan tahun kerja di satu majikan. Yang ada paling mentok tiga tahun kerja sudah nggak betah. Maklum, yang dipikirkan sekarang bukan kerja, tetapi gaji. Wajar sih...
Kalo dengar lamanya bekerja, saya jadi ingat para abdi dalam yang bekerja di keraton. Mereka nggak peduli digaji berapa, sing penting bisa mengabdi pada raja. Nah, tipikal Marmi juga begitu. Ia kayak mengabdi pada Guruh. Kebetulan pula, masakan yang dibuat Marmi semua disukai oleh majikannya itu. Salah satunya sambal gandaria yang mak nyos!
"Selama denmas masih membutuhkan saya, saya pasti akan siap kerja," akunya. "Kecuali badan saya sudah nggak sanggup lagi, barangkali saya akan pensiun."
Saat ini, bu Marmi tinggal di sebuah paviliun di belakang rumah Guruh. Rumah tinggal sebenarnya di Ciputat. Di Sriwijaya ini ia tinggal bersama suaminya yang pensiunan itu. Sementara anak-anaknya yang sudah besar-besar tinggal di Ciputat.
Saya sempat diperlihatkan ruang tidur bu Marmi yang dari dahulu, sejak bu Fat masih hidup, nggak berubah. Meski terlihat tua dan "kumuh", namun Bu Marmi bilang, hampir semua selebriti lulusan Swara Mahardhika atau GSP sempat mampir ke paviliunnya.
"Kalo mas Erot (maksudnya Erot Djatot-pen) datang, dia pasti langsung ke kamar ini dan manggil-manggil saya. Masak apa, Mi?"
Paviliun bu Marmi persis di sebelah dapur. Menurut bu Marmi dan karyawan lain, sejak dulu dapurnya nggak pernah berubah. Paling-paling ditambah sedikit kipas angin kecil dan exhaust. Menurut bu Marmi, di dapur itu, ia diajarkan beberapa masakan Sumatera oleh Bu Fat yang asli Bengkulu itu.
"Salah satunya daging dan jengkol balado kesukaan denmas," ungkap bu Marmi.
all photos copyright by Brillianto K. Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar