Selasa, 12 Januari 2010

JALAN-JALAN NAIK BUSWAY DENGAN BANG YOS

Menyebut nama Sutiyoso, nggak bisa lepas dari busway. Sutiyoso, ya busway. Maklumlah, gara-gara mantan Gubernur DKI Jakarta ke-12 inilah ada busway.



Busway-busway yang parkir di kawasan Monas (foto atas). Saat jalan-jalan dengan bang Yos, bertepatan dengan hari ulang tahun Satuan Pamong Praja (Satpol PP). Mereka sedang mengadakan upacara. Begitu lihat ada bang Yos, mereka langsung mengerubung dan cium tangan. Maklum, mantan big bos.

Sutiyoso lahir di Semarang, 6 Desember 1944. Pangkat terakhir pria lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) tahun 1968 ini adalah Letjen. Pada 6 Oktober 1997, ia memulai periode lima tahun pertama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, yang menggantikan Soerdjadi Soedirja. Pada Pilkada berikutnya, yakni tahun 2003, Sutiyoso terpilih lagi untuk lima tahun kedua.

Sepanjang dua periode menjadi gubernur, ia sering mengundang kontroversi dengan menggulirkan berbagai kebijakan. Salah satunya yakni proyek angkutan umum busway. Ketika Program busway direalisasikan pada tahun 2003, banyak warga Jakarta yang nggak setuju. Sebagian besar dari mereka yang kontra mengatakan, busway makin memperparah kemacetan Jakarta. Lebih dari itu, busway belum tentu merupakan solusi yang tepat buat mengatasi kemacetan kota Jakarta. Tahu nggak apa kata Bang Yos saat itu?



Bertepatan kami jalan-jalan, juga ada demo di depan Balai kota. Demo mengenai Upah Minumum Regional (UMR). Kebetulan banget, di masa jadi Gubernur, Sutiyoso menaikkan UMR jauh lebih tinggi dari seluruh provinsi di Indonesia. "UMR tidak sembarangan dibuat," kata bang Yos. "Kalo salah menetapkan, bisa timbul PHK". Kok bisa? Kalo kemampuan perusahaan dalam menggaji karyawan nggak seimbang dengan keuntungan perusahaan -misalnya jauh di atas UMR-, maka perusahaan bisa bangkrut. Ujung-ujungnya PHK.


"Sebelum ada busway, Jakarta juga sudah macet,kok" kata Sutiyoso enteng (TEMPO Interaktif, 15 Desember 2003).

Meski sebagian warga menentang dengan proyek busway, lambat laun banyak warga yang merasakan keuntungan naik busway, termasuk saya. Busway ternyata sangat berguna bagi banyak warga, terutama kelas menengah ke bawah. Nggak heran kalo protes yang sebelumnya terjadi, lenyap sudah.

Namun protes kembali terjadi, ketika jalur busway yang akan melintasi kawasan Pondok Indah Jakarta Selatan. Di awal bulan September 2007, banyak spanduk di sepanjang jalan raya Pondok Indah yang isinya mencerminkan dua kekhawatiran warga. Pertama, pembukaan jalur busway akan memangkas pohon-pohon yang ada di situ. Yang kedua, kalo busway beroperasi dan bus angkutan umum lain beroperasi, maka kemacetan di Pondok Indah akan semakin parah.


Sambil berjalan masuk ke halte dan naik busway, para demonstran berteriak "HIDUP BANG YOS!" Walah, untung mereka pro pada bang Yos, kalo nggak, acara jalan-jalan naik busway bareng bang Yos bisa bubar, cong! Bisa-bisa kami ditimpuki sandal. Mending sandal, kalo ditimpuki uang seratus ribuan segepok gimana?


"Nantinya bus yang melewati daerah itu akan kita cabut dan digantikan oleh TransJakarta, tolonglah warga setempat memahami dan mengerti, pikirkanlah kepentingan warga lainnya," kata Sutiyoso.



Selama perjalanan, kalo nggak ngobrol sama penumpang atau penjaga pintu busway, bang Yos melihat kelakuan para penggendara motor yang melintas di jalur busway.

Beruntunglah, beberapa hari lalu, saya berkesempatan jalan-jalan bareng dengan mantan Gubernur DKI ini, naik busway. Selain saya, ada Nico Siahaan dan teman-teman saya yang kebetulan hari itu bertugas membuat liputan Bang Yos naik busway.

Kami naik busway dari halte Medan Merdeka Barat (depan Balai kota) menuju ke Pulogadung. Busway yang kami tumpangi ini menyusuri rute halte Gambir, Senen, dan Letjen Suprapto. Sebelum ITC, Cempaka Mas, kami berhenti dan kembali ke balai kota.


Inilah palang otomatis. Meski belum semua jalur dipasangin, namun bisa jadi solusi agar kendaraan bermotor nggak mempergunakan jalur busway.

Selama perjalanan, Sutiyoso berdiri di samping supir dan beberapa kali menyaksikan sepeda motor dan pejalan kaki masuk jalur busway. Ia sempat geleng-geleng kepala melihat kelakuan pengendara motor.

"Nanti kalau sudah beroperasi mereka masih lewat jalur khusus, tilang saja," kata Sutiyoso kepada Kepala Dinas Perhubungan DKI Rustam Effendy saat itu (Kompas Cybermedia, 13 Januari 2004).


Mejeng dulu, ah!

Pernyataan Sutiyoso enam tahun lalu -saat menjelanag beroperasinya busway pada tanggal 15 Januari- harusnya bisa direalisasikan. Nyatanya sampai sekarang, banyak kendaraan bermotor tetap nekad menggunakan jalur busway, termasuk motor.

Belakangan sih Pemerintah Kota (Pemkot) DKI Jakarta sudah membuat palang busway otomatis di tiap ujung jalan busway, dimana palang itu baru akan terbuka kalo yang masuk jalur memang busway, dan begitu busway masuk jalur, palang secara otomatis akan tertutup. Meski belum semua jalur busway dipasangi palang, namun penggunaan palang ini merupakan solusi yang baik agar kendaraan bermotor nggak menggunakan jalur busway. Buat apa juga kalo ada jalur khusus busway, kendaraan bermotor non-busway bisa masuk?

Selama perjalanan, bang Yos juga menyapa pada petugas penjaga pintu busway dan beberapa orang yang naik busway. Mayoritas mengatakan, busway itu memang luar biasa. Kendaraan umum ini memang sangat berpihak pada rakyat kecil. Bayangkan, cuma dengan 3.500 perak, kita bisa keliling Jakarta. Mau ke Kalideres ada. Mau ke Ragunan, juga ada. Lebak bulus, ada. Barangkali yang kudu jadi perhatian Pemkot, armada busway kudu ditingkatkan. Sebab, setiap hari gara-gara armada nggak tepat waktu -mungkin gara-gara kurang-, terjadi penumpukan penumpang di halte-halte transit, kayak di Harmoni maupun di halte kecil kayak Duku Atas.


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar