Kamis, 14 Januari 2010

KALO SEMUA MUSEUM KAYAK BEGINI, PASTI BANYAK PENGUNJUNG YANG DATANG

Pencanangan tahun 2010 ini sebagai Tahun Kunjungan Museum 2010 oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Ir. Jero Wacik, SE di Balairung Gedung Sapta Pesona Jakarta pada 30 Desember 2009 lalu, dianggap terburu-buru oleh banyak pihak. Alasannya sederhana, hampir semua museum di Indonesia ini, belum siap lahir bathin buat menarik jumlah orang buat menggunjungi museum. Menurut data Kompas.com (16/4/09), jumlah pengunjung museum per tahun sangatlah miris, yakni cuma 2 persen dari total jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 220 juta jiwa ini.

Lalu apa yang membuat orang tertarik buat datang ke museum?


Museum Bank Indonesia (BI) tampak luar. Satu-satunya museum di Indonesia yang sudah siap lahir dan bathin dalam menyambut 'Tahun Kunjungan Museum 2010'. Museum BI ini pula yang bisa dijadikan pilot project buat semua museum di Indonesia.

Direktur Ullen Sentalu Museum, KRT Thomas Haryonagoro saat hadir pada diskusi 'Tahun Kunjungan Museum 2010', yang digelar Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, beberapa waktu lalu di Museum Bank Mandiri, Jakarta, mengatakan, kesan museum di masyarakat selama ini adalah: (1) nggak atraktif; (2) nggak aspiratif; (3) nggak menghibur; dan (4) pengelolaan seadanya.

Tambah Thomas, ada beberapa kelemahan lain yang nggak kalah penting, antara lain (5)sumberdaya manusia di museum memprihatinkan; (6) edukator atau programmer kurang profesional; (7) kehumasan lemah, sehingga kurang aktif dalam pemasaran stagnan.

Saya sangat setuju dengan Thomas. Selama ini kondisi museum sangat memprihatinkan. Di Indonesia, museum bukan sebagai tujuan yang menarik dalam agenda kunjungan di saat libur. Masyarakat kelas menengah atas lebih suka jalan-jalan ke mal. Padahal terkadang ke mal nggak beli apa-apa atau makan di restoran tertentu, tetapi niatnya cuma jalan-jalan, rekreasi.


Ada permainan yang mengajak pengunjung berinteraksi, yakni "tangkap koin". Ini sangat menyenangkan buat Anda dan anak-anak.

Pemandangan di mal lebih nikmat daripada pergi ke musuem. Makanya jangan marah kalo kita akan dibilang orang aneh: kok jalan-jalan ke museum? jalan-jalan ya ke mal. Miris memang, tetapi itu kenyataannya. Museum cuma jadi nomor duapuluh atau bahkan ke seratus dalam perioritas kebanyakan orang.

Meski sebanyak 89 Museum, Asosiasi dan Komunitas Museum yang tersebar di seluruh tahan air telah mempersiapkan kalender kegiatan menarik selama satu tahun -mulai dari pameran, seminar, atraksi budaya, pameran foto, apresiasi, hingga menanam pohon-, namun semua hal tersebut belum menyentuh hal yang esensial, yakni perbaikan secara fisik, termasuk konsep museum sebagaimana dikatakan oleh Thomas. Kalender kegiatan itu cuma kulit aja. Coba kalo 'Tahun Kunjungan Museum 2010' sudah habis dan kondisi museumnya masih tetap sama, apa yang terjadi?



Uang termasuk bagian dari sejarah. Kalo kita melihat uang, pikiran kita langsung berputar-putar, mengenang uang dipajang. Uang yang terbuat dari kain ini merupakan alat tukar sah kayak uang (foto kiri). Kalo telapak tangannya pas, maka nilai selembar kain ini sama dengan sebutir telur. Uang kertas ini (foto samping) merupakan uang kertas yang diterbitkan di masing-masing kota. Ada uang kertas Lampung, Aceh, maupun Jakarta.


Hari ini, saya dibuat takjub dengan museum Bank Indonesia (BI). Museum yang berlokasi di jalan Pintu Besar Utara no 3, Jakarta ini keren! Nggak cuma soal kebersihan dan penataan ruang pamer yang keren, tetapi sangat menghibur. Ada ruang yang mengundang interaksi pengunjung. Yang juga nggak kalah penting, WC-nya nggak bau, bersih, dan seluruh ruang difasilitasi oleh penyejuk udara, sehingga para pengunjung nggak kepanasan. Kalo semua museum kayak museum BI, saya yakin para penggunjung bakal banyak yang datang.

Sejarah museum BI nggak bisa lepas dari BI itu sendiri. BI berdiri sejak tahun 1953. Pada awal berdiri, BI menempati gedung tua yang pernah digunakan buat rumah sakit, yang berada di jalan Pintu Besar Selatan 3, Jakarta Kota. Saat itu namanya belum BI, tetapi De Javasche Bank (DJB). Ini terjadi tahun 1828, saat Belanda masih bercokol di bumi Indonesia yang tercinta ini.

Singkat cerita, berdirilah museum BI ini. Museum BI resmi dibuka pada 15 Desember 2006. Yang membuka tahun itu adalah Gubernur Bank Indonesia, Bahanuddin Abdullah. Setelah direnovasi lagi, museum BI diresmikan kembali oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yoedoyono (SBY) pada tanggal 21 Juli 2009.


Di tiap periode, terdapat benda-benda kuno dan juga patung. Televisi merek Sharp ini masih berfungsi dengan baik. Selama museum buka, televisi ini memutarkan dokumentasi tentang BI.


Begitu SBY melihat patung-patung yang ada di museum ini kayak patung di foto ini, dia tanya patungnya dibuat di negara mana? Begitu dijelaskan patung ini asli buatan seniman Bandung, SBY kaget.

Menurut Peneliti Sejarah Madya Senior Unit Khusus Museum Bank Indonesia, Tongam P. Simanjuntak, belum pernah terjadi dalam sejarah, seorang Presiden berlama-lama di dalam museum. Baru kali ini, ada Presiden setelah meresmikan sebuah fasilitas, bisa bertahan 1,5 jam. Hal tersebut cuma terjadi ketika meresmikan museum BI.

"Dia sempat kaget ketika patung-patung yang ada di dalam museum buatan Bandung," kata Tongam. "Pak SBY kira dibuat di luar negeri."

Ruang di dalam museum dibuat per periode. Ada periode penjajahan Belanda, lalu pada saat revolusi fisik, kemudian era Soeharto, dan sekarang ini. Di setiap era, penggunjung dapat membaca ulasan-ulasan -baik sejarah BI, maupun sejarah Indonesia pada umumnya- yang terpampang di digital printing yang ditempel di tembok. Yang menarik, di tiap periode dibuat dengan konsep berbeda.


Moza Pramita didampingi oleh Deputy Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S. Gultom menjelaskan konsep telepon-telepon yang ada di kotak-kotak itu.

Ketika masuk ke revolusi fisik, kita akan banyak mendengarkan suara Bung Karno membacakan teks proklamasi. Begitu pula ketika memasuki periode krisis moneter di tahun 1998, kita dibuat seolah mengalami pada saat krisis. Ruangan ini dibuat remang-reman berwarna merah. Maksudnya simbol merah adalah kritis. Yang menarik, di ruang ini ada 16 kotak, dimana di dalam kotak terdapat telepon yang bergerak-gerak seolah berdering.

"Maksud dari telepon-telepon ini adalah penggambaran pada saat krisis moneter, telepon di BI tidak pernah berhenti berdering," jelas Tongam. "Kami kerja 24 jam non stop!"

Di museum BI, ada permainan yang mengajak pengunjung berinteraksi, yakni "tangkap koin". Ini sangat menyenangkan buat Anda dan anak-anak. Caranya, angkat tangan Anda dalam posisi terbuka. Usahakan koin masuk ke dalam tangan Anda. Kalo masuk, tutup tangan Anda agar koin nggak bisa keluar. Kalo koin terperangkap, maka seketika koin akan memberikan info mengenai koin yang Anda tangkap itu. Luar biasa bukan?

Permainan yang nggak kalah seru adalah menyusun huruf. Mirip scrabble gitu deh. Ada sebuah persegi panjang mirip sebuah meja, yaitu sebuah multimedia interaktif. Di multimedia itu terdapat kotak kosong dan kotak 3 dimensi yang melayang ke sana-ke mari. Nah, kotak yang berisi sebuah huruf itu kudu kita giring buat dimasukkan ke dalam kotak kosong. Begitu seterusnya sampai di kotak kosong itu membentuk sebuah kalimat. Seru pokoknya!


Inilah jadwal waktu kunjungan.

Jadi, kalo Anda mengajak anak-anak jalan ke museum BI nggak akan menyesal. Selain mempelajari sejarah BI, kita juga jadi mengenal istilah-istilah dalam dunia perbankan.

Buat Anda yang hendak berkunjung ke museum, aksesnya juga mudah. Kalo Anda naik mobil, bisa langsung parkir di halaman museum BI. Kalo yang naik kendaraan umum, cari arah ke kota dan turun di halte persis depan museum BI. Bagi yang biasa busway, Anda turun di terminal akhir di kota, lalu berjalan menuju ke museum BI lewat terowongan (underpass).

Selamat berwisata ke museum BI!


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar