Minggu, 07 Maret 2010

NGARAK PENGANTIN SUNAT DI SABTU CERIA

Sudah lama banget saya nggak melihat langsung upacara tradisi Betawi. Paling-paling pada saat ulang tahun Jakarta yang nanti baru di bulan Juni. Kebetulan banget, tetangga di kampung saya menyelenggarakan hajat sunatan dengan menggunakan adat Betawi. Ada penganten sunat yang dinaikkan ke kuda, ada pawai tanjidor beserta ondel-ondel, ada pula odong-odong. Rame banget, deh! Nggak heran, peristiwa "langka" ini membuat hati saya riang gembira.


Pengantin sunat di atas kuda.

Terserah Anda mau bilang saya norak, udik, kampungan, nggak level, nggak soulfull, nggak masuk dalam gernerasi Blackberry. Whatever you said, lah! Saya nggak peduli. Saya lebih peduli melihat adat istiadat model begini terus dilestarikan, ketimbang tarian-tarian yang bukan “muhrim”-nya Indonesia. Maksudnya bukan berasal dari Indonesia. Tahu dong apa yang saya maksud?

Di Betawi, orang yang disunat juga disebut penganten sunat. Makumlah, biar cuma dipotong ujung daging penis seorang lelaki, tetapi ia disebut pengantin dan dihormati sebagai orang yang hari itu membawa kegembiraan warga. Kegembiraan? Yaiyalah! Ia dan keluarga membuat warga jadi terhibur. Biar cuma musik tanjidor, ondel-ondel berjoget begitu-begitu aja, atau odong-odong yang dinaikkan anak-anak singkong, tetapi semua itu menyenangkan. Ah, jadi meninggatkan masa-masa kecil saya dahulu kala.





Suasana Sabtu pagi ini benar-benar ceria. Dengan sinar matahari yang memancarkan sinar sekitar 38 derajat selsius, saya berada di antara beberapa warga yang melihat ondel-ondel berjoget dengan diiringi oleh tanjidor dari grup Bintang Seroja. Beberapa warga mengintip dari balik tembok, ada pula anak-anak yang mendekat di dekat ondel-ondel.

“Kami beranggotakan 17 orang, bang,” kata salah seorang pimpinan grup tanjidor ini. “Jumlah itu termasuk pemain ondel-ondel.”

Bintang Seroja adalah satu dari beberapa grup tanjidor yang masih eksis. Menurut pimpinannya, harga sekali main adalah Rp 2 juta. Harga segitu termasuk sewa alat, kostum, dan ondel-ondel.

“Biasanya kami cuma main dari jam 9 sampai bedug dzuhur-lah,” katanya. Maksudnya bedug dzuhur itu sekitar pukul 12-an.



Kelar main di depan rumah pengantin sunat, saatnya keliling. Ondel-ondel yang berada di depan mengawal pengantin, sementara pengantin naik kuda didampingi oleh Babe-nya. Sebelum ondel-ondel, ada dua pria yang membawa hiasan terbuat dari kertas warna-warni, seolah sebagai pilar. Sementara di belakang pengantin sunat, ada sebuah delman dan dua odong-odong yang semuanya diisi oleh anak-anak yang berasal dari keluarga pengantin.

Saya meninikmati suasana di kampung saya ini, sebagaimana anak-anak muda dan kaum the have menikmati International Java Jazz Festival (JJF) di arena JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat. Ternyata saya lebih menyukai lenggak-lenggok ondel-ondel dan hiruk pikuk karnaval adat Betawi ketimbang menikmati penyanyi soul R&B asal Springfield, Ohio, AS, John Legend yang dielu-elukan ribuan orang Indonesia itu. Saya cukup meng-elu-elukan Fadlan Bagas Pramana, si pengantin sunat, anak ke-3 pasangan bapak Ahmad Winata dan Ibu Maisaroh, S.Pd. Norak banget sih ogut? Ah, sekali lagi saya ucapkan: I DON’T CARE!

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

4 komentar:

  1. ondel ondel bintang saroja yang beralamat jln.sambiloto 1 rt 10 rw 06 no.24 kampung baru....kayu putih jakarta timur.bagi yang berminat hubungin aja 021-95503390

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo tuh yg mau panggil Ondel Bintang Seroja, silahkan dikontak nomer itu..

      sukses ya bang Seroja!

      Hapus
  2. apan ini giriran saya aja gak ada
    by:hafizh.h

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, saya nggak tahu kalo bang Hafizh nggak ada. Maaf ya...

      Hapus