Sah-sah aja pengusaha membuat nama warung makannya tanpa arti apa-apa. Salah satu contoh Bebek Balap ini. Warung makan bebek ini saya jumpai di Bandung. Lokasinya persis di samping masjid Agung Cipaganti.
Kisah perjumpaan saya dengan warung bebek ini nggak sengaja. Kebetulan pada saat ke Bandung, saya naik travel. Nah, mobil travelnya melewati jalur Cipaganti. Saat itu hari sudah hampir magrib, padahal saya belum sempat sholat ashar. Memang sih, kalo perjalanan jauh kita bisa sholat di dalam kendaraan atau dihitung sebagai mushafir. Artinya nggak perlu sholat. Tetapi saya merasa nggak afdol kalo nggak sholat, ketika kita masih punya waktu sholat. Nggak heran, begitu melihat masjid, saya langsung turun dan menuju masjid buat sholat.
Sambil menunggu masjid, saya mampir ke sebelah masjid dan ternyata di situ ada warung bebek. Buat penggemar bebek, sang bebek pun memesan nasi bebek. Apalagi nama warungnya cukup menggoda, yakni Bebek Balap.
"Kenapa dinamakan bebek balap, kang?" tanya saya pada pelayan di situ yang semuanya pria.
"Nggak ada artinya sih, kan," jawabnya. "Cuma buat orang kenal sama warungnya aja."
Pedas sambalnya gokil! Sampai ke ubun-ubun!
Oh, jadi judulnya marketing gimmick, toh! Tapi ya sekali lagi, itu memang sudah lazim dan biasa dilakukan, ya nggak? Yang penting buat saya adalah rasanya. So gimana rasanya? Delicious kah?
Alhamdulillah, nggak mengecewakan. Bebek balap beda dengan bebek yang gue biasa makan di Kaleo. Bebek bakarnya lembut banget. Yang paling penting sambalnya. Pedasnya gokil banget!!! Sayang, saya nggak sempat membawakan pulang buat istri yang juga penggemar berat bebek. Maklumlah, setelah makan bebek, saya kudu kondangan di Bandung. Nggak lucu banget bawa bungkusan berisi bebek di resepsi. Kalo bebeknya hidup dan ber-kwek kwek kwek gimana? Next time saya akan memboyong istri dan keluarga buat balapan dengan bebek, eh maksudnya merasakan bebek balap.
all photos copyright by Brillianto K. Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar