Isu demo besar-besaran kemarin mendorong saya dan istri berangkat lebih pagi dari biasanya. Hal ini sekadar mengantisipasi terjadinya kemacetan di jalur tempat para demonstran berpawai-pawai ria. Maklumlah, jalan-jalan yang saya lalui buat menggantarkan istri - perempataan Kuningan dan jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat- termasuk jalur padat, dan pasti akan semakin padat kalo dilewati para demonstran.
Oleh karena pemerintah ketakutan, dikerahkan puluhan ribu aparat keamanan.
Itu baru soal kemacetan, belum soal kerusuhan. Menurut Badan Intelegen Nasional (BIN), aski demonstrasi bermotif politik ini ada yang menunggangi. Kalo ada yang menunggangi, kemungkinan bakal terjadi kerusuhan. Nggak heran kalo Polisi Republik Indonesia (Polri) via Kapolri Jenderal Bambang Hendarso menurunkan 12 ribu aparat yang siaga (on call). Selain itu, Mabes menyiagakan 555 personel Satuan Gegana Brimob dan gabungan anggota Mabes Polri.
Entah banyak orang yang ketakutan sehingga ogah ke kantor atau memang jalan di waktu pagi memang kosong, sehingga kami berhasil mengukir sebuah prestasi cemerlang. Meski nggak masuk ke Museum Record Indonesia (MURI) apalagi Guiness Book of World Records, Alhamdulillah, tepat pukul 7, keempat ban mobil kami sudah berada di lantai 3 gedung Menara Jamsostek.
Buat saya terlalu pagi buat pergi ke kantor, apalagi hari ini kebetulan saya hendak ke Citywalk buat shooting program stripping bernama Opini. Kalo pun memutuskan ke Citywalk, pasti masih terlalu pagi. Sebab, shooting program Opini yang disiarkan secara langsung terjadi pukul 11:00 wib. Nah, jeda waktu sebelum shooting saya manfaatkan buat breakfast soto mie dan setelah kenyang baru nonton aksi demonstrasi. So perfect isn't it?
Setelah live pukul 12, saya memutuskan buat melihat aksi demonstrasi lagi. Kalo sebelum shooting lokasi yang saya pilih adalah gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di jalan HR. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, maka venue setelah shooting saya pilih Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta Pusat dan Istana Negara. Ini saya lakukan buat mengisi jeda menjelang meeting dengan klien pukul 16:00 wib di foodcourt Electronic City, kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Daripada balik ke kantor di Kawasan Industri Pulogadung? Mending setelah live dari Citywalk, melihat aksi demonstrasi dalam rangka Hari Antikorupsi Sedunia tahun 2009 ini.
Aksi demonstrasi dipusatkan di Monumen Nasional (Monas) dan Kawasan Bunderan Hotel Indonesia (HI). Kalo menurut koran-koran, mereka yang ikut demonstrasi berjumlah sekitar 5.000. Entahlah darimana angka 5.000 itu didapat. Yang pasti aksi ini diikuti oleh 50 elemen masyarakat dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Indonesia.
Seru juga berada di tengah-tengah para demonstran. Rasanya seperti mengenang kembali saat-saat genting pemerintahan Soeharto di tahun 1998. Dimana saat itu, ribuan mahasiswa sudah menguasai gedung MPR/ DPR. Nah, hari ini sebenarnya jumlah mahasiswa plus mereka yang melakukan demontrasi non-mahasiswa jumlahnya cukup banyak, tetapi aura sebagaimana tahun 1998 nggak begitu terasa.
Ketakutan pemerintah yang diucapkan Presiden RI kita semua, Soesilo Bambang Yoedoyono ternyata nggak terbukti. Bahwa nggak ada motif politik dalam aksi unjuk rasa kemarin. Nggak ada pula partai atau lembaga yang menunggangi. Entah kalo ada orang yang memang suka sekali menungganggang kuda. Suka menunggang kuda belum tentu berniat menunggangi demo ini, lho. Ya, nggak? Demonstasi berlangsung aman dan nggak mencekam. Kecuali di Makassar, Sulawesi Selatan yang aksi demonstrasi diwarnai aksi yang supernorak yang nggak pantas dilakukan oleh mereka yang mengaku kaum intelektual itu. Mereka sampai merusak restoran siap saji segala. Apa hubungannya ya?
Barangkali karena nggak terasa mencekam, banyak orang malah memanfaatkan demonstrasi dengan berfoto-foto ria. Nggak cuma anak-anak muda, para karyawan, serta nggak ketinggalan bapak-bapak dan ibu-ibu narsis, saling mengabadikan gambar dengan kamera mereka. Lumayanlah buat diperlihatkan pada teman-teman di Facebook atau jejaring sosial lain, atau buat dokumentasi yang akan dipamerkan pada anak-cucu kelak, dimana mereka bisa bercerita bahwa pernah mejeng di tengah aksi demonstrasi di Hari Antikorupsi tahun 2009.
Sebetulnya saya tergoda juga buat berfoto-foto juga dengan background para demonstran. Kapan lagi berfoto-foto di tengah demonstrasi gitu, lho? Waktu di kampus UI dahulu, nggak ada momentum buat melakukan aksi demonstrasi, kecuali demo masak atau demo produk MLM. Pas menggulingkan Presiden Soeharto tahun 1998 di gedung MPR/ DPR, saya belum senarsis sekarang. Namun dorongan buat berfoto ria dengan background demonstrasi nggak jadi saya lakukan. Ternyata saya lebih memilih bernarsis ria dengan Manohara yang kebetulan menjadi tamu di program Opini.
"Ayo Manohara kita bergaya!"
"Klik!"
all photos copyright by Brillianto K. Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar