Tak pernah terbayangkan oleh Bang Akbar alias Bang Na’ih kondisi Cibinong akan seperti sekarang ini. Padahal dahulu tahun 70-an ketika pertama kali menjajakan kaki di wilayah Cikaret, tempat dirinya saat ini tinggal, Cibinong cuma hutan dan perkebunan kangkung.
“Dulu di situ itu sawah yang semuanya kangkung,” kata Bang Akbar sambil menunjuk salah satu lokasi, dimana sekarang ini merupakan sebuah kompleks semi real estate yang gerbangnya menghadap Situ Cikaret. “Yang itu juga perkebunan milik Kakek saya.”
Kakeknya Bang Akbar memang salah seorang tuan tanah di Cibinong. Tanahnya meliputi sepanjang Situ Cikaret sampai dekat kompleks Pemerintah Kotamadya (Pemkot) Cibinong. Namun sekarang ini semua tanah kakeknya sudah dijual dan ada yang dibagi-bagikan ke anak-anaknya.
“Maklum, istri kakek saya banyak! Duabelas orang!” ungkap Pak Akbar.
Terus terang ketika Pak Akbar menyebutkan angka 12 buat jumlah istri, saya kaget bukan main. Baru kali ini saya mendengar ada orang yang punya banyak banget istri. Memang sih, ada nabi yang istrinya jauh lebih banyak, tetapi itu kan nabi. Saya belum pernah melihat langsung atau mendengar dari anaknya nabi. Nah, kalo sekarang ini, ada seorang cucu yang mengungkapkan kalo kakeknya punya istri duabelas. Bujubuneng!
“Kakek saya mah memang tukang kawin,” tambah pria yang kini mata dan pendengarannya sudah nggak jelas lagi. “Tiap kawin, istrinya dihadiahkan tanah, dibuatkan rumah, dan juga masjid.”
Hebring juga tuh kakek! Meski tukang kawin, ia masih mikir buatin masjid buat para istri masjid. Berarti tukang kawin yang Islami juga nih kakek? Kalo dihitung, berarti ada 12 masjid yang sudah dibangun oleh kakeknya Bang Akbar. Namun sayang kata beliau, masjid-masjid itu sudah kena gusur semua. Walah!
“Saya mah cuma dikasih duit,” kata Bang Akbar ketika saya tanya apakah sebagai cucu tuan tanah, ia juga diberi jatah tanah dan rumah.
Duit itulah yang kemudian dibelikan tanah seluas 1.000 m2 di Kampung Bali, Jakarta Pusat tahun 60-an. Berkat ingin mengadu nasib ke daerah lain, yakni ke Sukabumi buat mendirikan pabrik pemotongan kayu, Pak Akbar menjual tanahnya itu seharga Rp 250 juta.
“Saya ingat, waktu itu menjualnya saat harga emas masih 20 perak,” kata pria yang kini berusia 67 tahun ini.
Baru pada tahun 70-an, ia kembali ke Cibinong ini dan menempati rumah di dekat Situ Cikaret. Bersama istrinya yang dari dulu sampai kini setia menemaninya, ia tinggal bersama 12 anaknya. Namun kini anaknya tinggal 7 orang, karena 5 orang anaknya sudah meninggal dunia.
Bersama salah seorang anaknya, Bang Akbar menjadi tukang perahu di Situ Cikaret. Ia mengaku, meski setiap hari di Situ, namun ia nggak ngoyo bekerja. Kalo ada yang mau naik perahu syukur, nggak ada juga nggak apa-apa. Walau pada kenyataannya, setiap hari ia bisa mendapatkan minimal 10 penumpang, yang masing-masing penumpang membayar Rp 5.000 sekali ngider Situ Cikaret.
“Harta itu nggak dibawa mati, Pak,” katanya seolah sedang memberikan nasihat pada saya. “Buat apa punya uang banyak, tetapi kita nggak bisa menikmati? Yang paling benar, menikmati dari apa yang kita dapat sekarang ini. Kalo kita sudah usaha dan berdoa, masa Allah nggak ngasih rezeki sama kita?”
Mendengar petuah Bang Akbar, jadi mengingatkan saya pada salah satu Asma’ul Husna yang Allah miliki, yakni Ar-razzaq. Maha Pemberi Rezeki. Sebagai Pencipta, Allah itu memberikan hal-hal yang bermanfaat kepada mahkluk-mahkluk-Nya. Allah adalah sumber rezeki. Simak Surah Dzariyat ayat 58 ini:
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh”.
Alhamdulillah, kurang lebih sepuluh menit ngobrol dengan Bang Akbar, banyak sekali nasihat bijak yang saya dapat. Selain rasa syukur yang kudu kita miliki sebagai umat Allah, saya juga belajar bagaimana mencintai keluarga, tertuama anak-anak. Sekadar info, pabrik yang dahulu sempat dimiliki Bang Akbar di Sukabumi, dijual. Uang hasil penjualan pabrik, semua dibagi rata ke anak-anaknya.
“Prinsip saya yang penting anak bisa sekolah dan akur satu sama lain,” ucap Bang Akbar sambil tersenyum.
all photos copyright by Brillianto K. Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar