Sabtu, 24 Maret 2012

TOUR OF BADUY DALAM # 1: JANGAN BERANI-BERANI MELANGGAR ATURAN....

Ketika tawaran itu datang, saya langsung mendaftar. Bagi saya, tak semua orang bisa dengan mudah masuk ke dalam kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (selanjutnya disebut Baduy Dalam). Selama ini, kebanyakan pelancong hanya mampu berkunjung sampai ke Baduy Luar. Terlebih lagi, tidak semua orang bisa masuk ke Baduy Dalam di masa perayaan Kawalu.

Perayaan Kawalu adalah salah satu tradisi ritual warga Baduy Dalam. Selama melaksanakan Kawalu, seluruh warga Baduy Dalam berpuasa dan tinggal di rumah masing-masing. Tak heran, sebetulnya selama perayaan Kawalu, perkampungan Baduy Dalam, yang meliputi Cikawartana, Cikeusik, dan Cibeo tertutup bagi penggunjung. Meski pejabat daerah atau pejabat negera, mereka tidak diperkenankan masuk ke Baduy Dalam. Namun Alhamdulillah, sobat kami, Imung, yang juga menjadi tour guide dan penyelenggara, diizinkan memasukki Baduy Dalam.



Harap maklum, Imung sudah akrab dengan warga Baduy Dalam. Bahkan ia sudah dianggap sebagai keluarga di tempat itu. Interaksinya dengan orang Baduy sudah terjadi sejak tahun 90-an. Ia masih ingat, salah satu anggota keluarga di Baduy Dalam yang menjadi tour guide bernama Sapri, usianya baru 1,5 tahun.

Sekarang usianya sudah 18 tahun dan sebentar lagi menikah,” ingat Imung.

Ia pun mengingat, ketika pertama kali datang, jalan menuju ke pemberhentian terakhir mobil di Ciboleger, masih belum beraspal mulus seperti sekarang. Lebih dari itu, tahun 1990-an, wanita-wanita Baduy Dalam masih topless.

Mereka baru memakai pakaian sekitar tahun 1995-an,” ujar Imung lagi.

Perjalanan menuju Baduy Dalam ini dimulai dari Gelanggang Remaja Bulungan, Jakarta selatan. Di tempat ini, tim Tour of Baduy Dalam ini berkumpul. Selain saya, ada istri saya dan sembilan rekan lain. Total tim terdiri empat pria dan tujuh wanita. Tepat pukul 8, kami berangkat menggunakan mobil Isuzu Elf bernomor B 7934 AB.

Sepanjang perjalanan Imung mengisahkan sejarah Baduy dan aturan-aturan yang berlaku selama berada di Baduy Dalam. Jika tidak mentaati aturan yang berlaku, Anda akan mendapat konsekuensi yang menyulitkan Anda sendiri. Imung sendiri pernah punya pengalaman berputar-putar di bukit selama 2 kali untuk menuju ke pos terdekat di Ciboleger, padahal seharusnya jarak yang ditempuh cuma 20 meter.

Saya introspeksi kenapa bisa muter-meter, ternyata sebelumnya saya punya salah,” ujar Imung. “Setelah minta maaf ke orang Badui, perjalanan saya lancar.



Saya bersama tim Tour of Baduy Dalam, dan teman-teman baru dari Baduy Dalam yang menjemput kami.

Pengalaman sobat kami itu tentu menjadi bekal yang sangat berharga ketika kami berada di Baduy Dalam. Sebetulnya bukan cuma di Baduy Dalam, di tempat lain dan dengan siapa pun, ketika kita memiliki kesalahan, pasti akan ada balasan atas kesalahan kita.

Imung berkisah lagi tentang pengalaman sorang Pendaki gunung terkenal di tanah air yang sempat mencuri Arca Domas yang sangat disucikan oleh warga Baduy Dalam. Percaya tak percata, belum juga masuk ke dalam rumah, Pendaki ini kaget ketika seorang Baduy Dalam berada di depan rumahnya dan meminta agar Arca itu segera dikembalikan. Padahal, pada saat membawa Arca, Pendaki ini naik kendaraan umum, sementara orang Baduy pantang naik kendaraan, melainkan jalan kaki.

Sekadar info, Arca Domas adalah objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Baduy Dalam, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Baduy Dalam mengunjungi lokasi tersebut jika mereka ingin melakukan pemujaan, dimana dilakukan setahun sekali pada bulan Kalima (salah satu bulan dalam hitungan warga Kanekas). Hanya Pu'un atau ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang bisa melakukan pemujaan.

Di kompleks Arca Domas terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Jika saat pemujaan batu lumpang terdapat penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Baduy Dalam itu tanda hujan pada tahun tersebut akan banyak turun dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, jika batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen (sumber: Permana, C.E. (2003). Arca Domas Baduy: Sebuah referensi arkeologi dalam penafsiran ruang masyarakat megalitik, Indonesian Arheology on the Net). Nah, bisa terbayang jika Arca Domas tersebut dicuri oleh orang yang tidak bertanggungjawab.

Sebagai anggota Wanadri, alumni Sastra Jawa Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI, sekarang Fakultas Ilmu Budaya) ini juga punya pengalaman lain tentang ‘keanehan-keanehan’ dari orang Baduy Dalam. Ada kisah lagi, dimana terjadi di sungai Ciboleger. Di tempat itu, ada sebuah jembatan yang sangat eksotik terbuat dari bambu. Suatu ketika, salah seorang rekan Imung melihat orang Baduy Dalam berjalan di atas air.

Tadi saya lihat Bapak jalan di air?” tanya rekan Imung pada seorang Bapak.

Itu kan jalan saya juga,” ujar sang Bapak enteng.

Itulah tanda, bahwa orang Baduy, khususnya Baduy Dalam, sudah menyatu dengan alam. Mereka tidak pernah menyakiti alam. Bagi mereka, tumbuhan maupun air harus dijaga dengan baik. Tak heran, mereka tidak pernah mandi atau mencuci dengan menggunakan sabun atau diterjen yang mengandung zat kimia. Mereka pun tidak pernah menggosok gigi dengan menggunakan pasta gigi. Sebab, baik sabun mandi, diterjen, maupun pasta gigi akan merusak kesucian air.

Begitu pun dengan tumbuhan dan ladang. Warga Baduy Dalam tidak memelihara binatang ternak berkaki empat, seperti kerbau maupun kambing. Menurut mereka, binatang-binatang tersebut akan merusak tumbuhan. Jangan heran, ketika ada peristiwa Pengembala menternakkan hewan berkaki empat di area tanah ulayat warga Baduy Dalam, mereka protes. Mereka juga memprotes jika ada orang luar memapas tumbuhan yang ada dalam kawasan mereka. Ini terjadi di era Soeharto.

Protesnya bukan ke Lurah, DPRD, atau Gubernur, tetapi langsung ke Bapak Gede,” ujar Imung. “Bapak Gede adalah sebutan mereka untuk Presiden”.

Bagi orang Baduy Dalam, setiap meninggalkan kawasan, mereka harus bertanggung jawab terhadap kawasan itu. Begitu mereka ingin membuka rumah baru, maka lahan yang mereka tinggalkan itu harus dikembalikan seperti sediakala. Itulah bentuk penghargaan orang Baduy Dalam terhadap alam.

Mereka itu sebetulnya orang yang berilmu, tetapi sikap mereka selalu rendah hati,” tambah Imung.

(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar