Tak banyak tahu, saat ini gudeg telah dikonsumsi oleh warga Eropa.
Namun, sudah setahun lebih Elies Dyah
Dharmawati (59) telah mengekspor gudeg melintasi benua hingga Eropa. Ibu yang
akrab disapa bu Lies ini mengemas gudeg dalam bentuk kaleng.
Itulah gudeg, makanan khas Yogja yang kini telah bertransformasi menjadi
makanan kelas dunia. Dengan kekhasan buah nangka muda (gori) yang manis, daging
ayam kampung yang disuwir-suwir, telur bebek pindang rebus, paduan sayur tempe,
dan sambal krecek, menjadikan gudeg sangat populer di berbagai kalangan.
Baru pada 1950-an, muncul warung gudeg Campur Sari dan Warung
Gudeg Ibu Djuwariah yang dikenal dengan Gudeg Yu Djum. Meski warung ibu Slamet
yang pertama menjual gudeg, tetapi Gudeg Yu Djum yang dikenal sampai kini.
Bahkan Warung Campur Sari sempat tutup pada 1980-an dan 13 tahun kemudian
muncul dengan brand berbeda, yakni Gudeg ibu Lies yang dimiliki ibu Elies Dyah
Dharmawati itu.
Di lokasi berbeda, di sisi Barat areal gedung bioskop jalan Sultan
Agung, Yogyakarta, terdapat Gudeg Permata yang dirintis oleh ibu Pujo sekitar
1951. Dinamakan Gudeg Permata, karena nama bioskop di lokasi warung gudeg itu
berada adalah Permata. Bioskop Permata itu sendiri sudah berdiri sejak 1940-an.
Bloggers,
Gudeg Permata ini begitu terkenal. Tak cuma dari kalangan warga biasa, tetapi
dari kalangan ningkrat maupun tokoh nasional. Sebut saja Sri Sultan HB X,
almarhum Sri Paku Alam VIII, Walikota Yogyakarta Herry Zudianto, Menpora Andi Mallarangeng,
Wakil Gubernur Banten Rano Karno, dan masih banyak lagi.
Gudeg Yu Djum juga tak kalah terkenal. Warung yang terletak di
seberang kampus Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta itu juga kerap
didatangi oleh para tokoh nasional maupun public figure. Haryadi (38) juru
parkir di Kampung Mbarek, kampung Gudeg Yu Djum ini mengatakan, setiap hariada
100 hingga 150-an mobil pengunjung yang masuk ke kampung ini, dimana rata-rata
1 mobil berisi 5 penumpang. Tujuannya tak lain ke warung Gudeg Yu Djum.
Meski di Plengkung Wijilan dan di area gedung bioskop jalan Sultan Agung, Yogyakarta baru muncul pada 1940-an, tetapi ada literatur yang mengatakan sejarah gudeg telah ada sejak era dibukanya alas (hutan) Mentaok untuk pembangunan Kraton Mataram.
Meski di Plengkung Wijilan dan di area gedung bioskop jalan Sultan Agung, Yogyakarta baru muncul pada 1940-an, tetapi ada literatur yang mengatakan sejarah gudeg telah ada sejak era dibukanya alas (hutan) Mentaok untuk pembangunan Kraton Mataram.
Ketika membebaskan hutan, di situ terdapat banyak tumbuh pohon
nangka muda (gori) sebagai bahan baku utama gudeg. Selain itu juga terdapat
pohon kelapa yang tumbuh di pinggir hutan dan tepi sungai. Suatu ketika para
prajurit yang bertugas memasak gori dan santan dari kelapa diminta prajurit
lain yang bertugas menebang pohon. Walhasil, gori yang telah bercampur santan
itu lupa diangkat selama 6-8 jam. Namun, dari ‘kecelakaan’ itu justru
menciptakan makanan baru bernama gudeg.
Sementara ada kisah lain yang mengatakan, penemu gudeg bukan
prajuit Mataram yang bertugas di dapur umum. Gudeg ditemukan oleh seorang istri
prajurit yang bernama Sri Sumantri. Wanita ini pertama kali memasak gudeg
menggunakan nangka muda yang dicampur dengan gula dan santan pada 1557 M.
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar