Osaka, Jepang, 1962. Sejumlah warga membuang
langsung sampah rumah tangga ke kali. Kondisi kali makin parah dengan
sampah dari industri-industri yang tengah berkembang pesat pada saat
itu. Meski kotor, bau dan menggandung penyakit, namun kali itu tetap
saja dipergunakan warga Osaka untuk segala kebutuhan, baik itu untuk
mencuci, mandi, dan minum.
“Saat musim panas tiba, airnya sangat berbau,” ujar Wali Kota Osaka, Kunio Hiramatsu.
Gambaran tentang kali di Osaka tersebut benar-benar mirip dengan apa yang terjadi di Indonesia. Pada 8 Juni 2012 lalu, Surabaya Post mengungkapkan air
Kali Surabaya Timur yang mengalir dari Gunungsari-Jagir dianggap
sebagai kali yang paling buruk. Daerah aliran sungai (DAS) yang
melintasi 17 daerah di antaranya Kota Malang, Kabupaten Malang,Kabupaten
Mojokerto,Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang,dan Kediri ini mendapat predikat zona merah.
Tak beda dengan kali di Jakarta. Menurut buku Alam Jakarta: Sebuah Panduan Keanekaragaman Hayati yang Tersisa di Jakarta (Murai Kencana, 2008)yang ditulis oleh Ady Kristanto, air kali di Jakarta telah tercemar Bakteri Escherichia coli (Bakteri E.coli), dengan tingkat pencemaran mencapai 80%. Kondisi ini memprihatinkan dan sangat berbahaya bagi kesehatan warga.
Selama ini banyak anggapan, bahwa industrilah
yang memiliki kontribusi besar mencemari sungai. Ternyata, Sekitar 80%
pencemaran air sungai di Jakarta disebabkan oleh limbah rumah tangga.
Selain kebiasaan membuang sampah sembarangan di kali, pencemaran berasal
dari bahan pencuci yang mengandung fosfar tinggi serta surfaktan.
Jika pencemaran terus berlanjut dan tidak ada
perbaikan kualitas air, perairan akan menjadi anaerob (tidak ada
oksigen). Kondisi ini dapat membuat organisme yang hidupnya bergantung
pada oksigen akan mati. Efek yang lebih parah lagi, terganggunya rantai
makanan yang dapat mengakibatkan kematian bagi organisme lain, baik
langsung maupun tak langsung.
Kembali ke masalah kali di Osaka. Melihat
kali di kota itu kotor, pada 1970-an Pemerintah Kota (Pemkot) mensahkan
Undang-Undang Pengendalian Pencemaran Air untuk mengontrol limbah,
mengawasi pembuangan limbah, dan mengendalikan pembuangan limbah
domestik. Intinya, semua potensi yang mencemarkan air kali, dikontrol
ketat oleh Pemkot Osaka.
Ternyata tidak perlu seabad untuk
menjernihkan air kali. Jika Pemkot serius, bukan tidak mungkin masalah
air kali yang kotor bisa diselesaikan dengan baik. Sang Wali Kota
Hiramatsu bangga memajang gambar air kali di Osaka di situs Asosiasi
Solusi Lingkungan dan Air Kota Osaka (OWESA). Sejak Maret 2000, air
sungai yang dulu cokelat kehitam-hitaman, kini menjadi bersih. Bahkan
Pemkot Osaka membuat sistem pengolahan air sungai, sehingga air tersebut
layak untuk diminum, karena berhasil menghilangkan bau dan rasa tidak
enak pada air. Yang pasti juga tidak terdapat Bakteri E.coli.
Kini kapasitas penyediaan air mencapai 2,43
juta meter kubik per hari. Setidaknya, 97,3 persen warga sudah terlayani
air ledeng dan penyakit yang disebabkan oleh air, hampir nol persen.
Sistem pengolahan air ledeng ini mendapatkan penghargaan standar ISO
22000 pada 2008, yakni standar internasional untuk menajeman keamanan
pangan. Pada 24 Mei 2011, di ajang Monde, air asal Osaka ini mendapat
penghargaan internasional di Brussels, Belgia.
“Sekarang air untuk mencuci, mandi, dan
minum di Osaka sama. Sungai-sungai yang bersih juga memungkinkan
bermacam-macam acara digelar di sepanjang tepi sungai,” ujar Hiramatsu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar