Selasa, 12 Juni 2012

TAK PERLU SATU ABAD MENJERNIHKAN KALI

Osaka, Jepang, 1962. Sejumlah warga membuang langsung sampah rumah tangga ke kali. Kondisi kali makin parah dengan sampah dari industri-industri yang tengah berkembang pesat pada saat itu. Meski kotor, bau dan menggandung penyakit, namun kali itu tetap saja dipergunakan warga Osaka untuk segala kebutuhan, baik itu untuk mencuci, mandi, dan minum.

Saat musim panas tiba, airnya sangat berbau,” ujar Wali Kota Osaka, Kunio Hiramatsu.

Gambaran tentang kali di Osaka tersebut benar-benar mirip dengan apa yang terjadi di Indonesia. Pada 8 Juni 2012 lalu, Surabaya Post mengungkapkan air Kali Surabaya Timur yang mengalir dari Gunungsari-Jagir dianggap sebagai kali yang paling buruk. Daerah aliran sungai (DAS) yang melintasi 17 daerah di antaranya Kota Malang, Kabupaten Malang,Kabupaten Mojokerto,Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang,dan Kediri ini mendapat predikat zona merah.


Tak beda dengan kali di Jakarta. Menurut buku Alam Jakarta: Sebuah Panduan Keanekaragaman Hayati yang Tersisa di Jakarta (Murai Kencana, 2008)yang ditulis oleh Ady Kristanto, air kali di Jakarta telah tercemar Bakteri Escherichia coli (Bakteri E.coli), dengan tingkat pencemaran mencapai 80%. Kondisi ini memprihatinkan dan sangat berbahaya bagi kesehatan warga.

Selama ini banyak anggapan, bahwa industrilah yang memiliki kontribusi besar mencemari sungai. Ternyata, Sekitar 80% pencemaran air sungai di Jakarta disebabkan oleh limbah rumah tangga. Selain kebiasaan membuang sampah sembarangan di kali, pencemaran berasal dari bahan pencuci yang mengandung fosfar tinggi serta surfaktan. 

Jika pencemaran terus berlanjut dan tidak ada perbaikan kualitas air, perairan akan menjadi anaerob (tidak ada oksigen). Kondisi ini dapat membuat organisme yang hidupnya bergantung pada oksigen akan mati. Efek yang lebih parah lagi, terganggunya rantai makanan yang dapat mengakibatkan kematian bagi organisme lain, baik langsung maupun tak langsung.

Kembali ke masalah kali di Osaka. Melihat kali di kota itu kotor, pada 1970-an Pemerintah Kota (Pemkot) mensahkan Undang-Undang Pengendalian Pencemaran Air untuk mengontrol limbah, mengawasi pembuangan limbah, dan mengendalikan pembuangan limbah domestik. Intinya, semua potensi yang mencemarkan air kali, dikontrol ketat oleh Pemkot Osaka. 

Ternyata tidak perlu seabad untuk menjernihkan air kali. Jika Pemkot serius, bukan tidak mungkin masalah air kali yang kotor bisa diselesaikan dengan baik. Sang Wali Kota Hiramatsu bangga memajang gambar air kali di Osaka di situs Asosiasi Solusi Lingkungan dan Air Kota Osaka (OWESA). Sejak Maret 2000, air sungai yang dulu cokelat kehitam-hitaman, kini menjadi bersih. Bahkan Pemkot Osaka membuat sistem pengolahan air sungai, sehingga air tersebut layak untuk diminum, karena berhasil menghilangkan bau dan rasa tidak enak pada air. Yang pasti juga tidak terdapat Bakteri E.coli

Kini kapasitas penyediaan air mencapai 2,43 juta meter kubik per hari. Setidaknya, 97,3 persen warga sudah terlayani air ledeng dan penyakit yang disebabkan oleh air, hampir nol persen. Sistem pengolahan air ledeng ini mendapatkan penghargaan standar ISO 22000  pada 2008, yakni standar internasional untuk menajeman keamanan pangan. Pada 24 Mei 2011, di ajang Monde, air asal Osaka ini mendapat penghargaan internasional di Brussels, Belgia.

Sekarang air untuk mencuci, mandi, dan minum di Osaka sama. Sungai-sungai yang bersih juga memungkinkan bermacam-macam acara digelar di sepanjang tepi sungai,” ujar Hiramatsu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar