Sabtu, 02 Juni 2012

GUDEG: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA # 4


Gudeg telah mendunia. Itulah fakta pada gudeg yang tidak bisa lagi menganggap remeh. Makanan yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan dan disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tahu, dan sambal goreng kerecek ini bukan makanan ndeso lagi, tetapi sudah menjadi makanan kaum urban. 

Tentu Djuariah (79) tak menyangka usahanya akan sukses seperti sekarang ini. Wanita yang dikenal sebagai mbah Djum yang tak lain pemilik warung Gudeg Yu Djum ini hanya bercita-cita tidak ingin menjadi pencari rumput untuk makanan sapi selama-lamanya. Namun berkat kegigihannya, usaha gudeg di jalan Wijilan no 31 yang dirintis sejak 1946 maju pesat. Begitu pula warung gudeg di Dusun Karangasem, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogya. Tak kuran dari 100 sampai 150-an mobil parkir di situ untuk menikmati gudeg Yu Djum, dimana rata-rata satu mobil membawa 5 penumpang.

Melalui gudeg, cucu-cucu mbah Djum rata-rata telah mengecap pendidikan tinggi. Begitu pula dengan dinasti bu Lies. Warung gudeg yang didirikannya sejak 1990-an ini mengantarkan ketiga anaknya menjadi Sarjana. Namun, Chandra (40), Elina (36), dan Feri (34) lebih memilih meneruskan bisnis orangtua mereka menjual gudeg, ketimbang bekerja sesuai latar belakang pendidikan mereka.

Berikanlah semua yang terbaik yang bisa kamu berikan pada pelanggan”.

Bloggers, itulah filosofi mbah Djum yang diwariskan pada anak-anaknya. Tak heran, gudeg jualannya tetap laris hingga ke generasi kedua dan ketiga. Menurut Haryani, anak mbah Djum, melalui filosofi itu, ibunya telah mempersiapkan anak-anaknya untuk meneruskan tahta warung gudegnya. Sehingga, selain cita rasa, anak-anaknya wajib mengikuti kultur yang sudah dilakukan ibunya, yang membuat warungnya laku.

Saya ingat betul, ibu selalu bilang, ‘Apa yang sudah ada di tangan jangan sampai dilepas. Tekuni saja, pasti berhasil’,” ujar Haryani (Kompas Minggu, 3/7/2011).

Sejak 1982, tahta pergudegan mbah Djum sudah dipegang oleh Haryani. Dinasti warung Gudeg Tugu juga diturunkan oleh Trispratoyo pada Supadmi (57) sejak duapuluh satu tahun lalu. Trispratoyo sendiri mewarisi bisnis gudeg dari orangtuanya yang sudah puluhan tahun berjualan di jalan AM Sangaji, tak jauh dari Pasar Kranggan, Yogyakarta. Jadi, Supadmi adalah generasi ketiga.

Kami mau meneruskan usaha ini (gudeg) karena usaha kami laku,”aku Supadmi, yang mewarisi tak cuma pelanggan dan warung gudeg, tetapi dapur, hingga seluruh peralatan memasak.

Tak beda dengan Supadmi, Maryati (42) adalah generasi ketiga penjual gudeg. Ia meneruskan usaha gudeg dari mertuanya, Suharti, yang laris di Pasar Pakem, Sleman. “Ibu (Suharti) sendiri meneruskan usaha gudeg si mbah,” ungkap Maryati. “Ternyata usaha ini (gudeg) menjanjikan”.

Bloggers, gudeg memang sudah menjadi usaha yang menjanjikan. Makanan ndeso yang konon ditemukan oleh Sri Sumantri, seorang istri prajurit Mataram, pada 1557 M ini bukan lagi sekadar makanan untuk para prajurit yang membangun benteng Mataram, tetapi sudah bertransformasi menjadi produk ekspor. Jelas fakta ini sangat membanggakan bagi kita sebagai orang Indonesia. 

(tamat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar