Saya termasuk penggemar jalan kaki. Sebisa mungkin, saya mencapai tujuan dengan jalan kaki. Namun tentu jarak yang sedang lah. Misalnya cuma jarak 300 meter atau 500 meter, pasti saya akan jalan kaki. Kalo tidak salah, jarak terjauh jalan kaki 1,5 km. Barangkali buat Anda jarak segitu masih dekat. Tapi lumayan kan daripada nggak jalan sama sekali?
Dengan jalan kaki, saya mempunyai pilihan pergi ke kantor atau suatu tempat. Saya bisa menggunakan mobil pribadi, menggowes sepeda, naik kendaraan umum, dan jalan kaki. Tentu pilihan-pilihan tersebut tergantung dari situasi. Kalo kebetulan harus bertemu di tiga tempat dengan jarak yang berjauhan, saya lebih memilih naik mobil, apalagi kalo yang ditemui adalah seorang pimpinan perusahaan atau pejabat. Sedang kalo jaraknya tidak terlalu jauh, cuma meluncur dari titik A ke titik B atau satu tempat, dan bisa dilakukan dengan santai, ya tinggal pilih: menggoewes sepeda, jalan kaki, atau naik kendaraan umum.
Dengan memiliki pilihan untuk berpergian, kita tidak lagi tergantung dengan kendaraan pribadi. Buat saya, menyedihkan sekali kalo orang sudah terbiasa duduk di belakang kemudi dengan penyejuk udara sambil mendengar radio tape. Ya, itu memang pilihan mereka, tapi buat saya tetap kasihan sekali.
Nah, berkaitan dengan jalan kaki, di beberapa jalan di Jakarta sudah dibuat lokasi yang asyik buat berjalan kaki. Trotoar-trotoar sudah dipercantik. Ada pohon di tengah-tengah terotar, lantainya bagus, dan terdapat lampu penerangan jalan. Namun sayang, trotoar-trotoar ini seringkali dirampas oleh pengendara motor.
Jika jalan raya sudah penuh, sejumlah pengendara motor tanpa rasa bersalah naik ke trotoar dan melaju di trotoar tersebut. “Atraksi” menyebalkan itu membuat sejumlah pejalan kaki menjadi nggak nyaman berjalan di trotoar. Mereka –pejalan kaki- terpaksa mengalah agar pengendara motor ini lewat.
Beberapa kali pejalan kaki dipaksa untuk mengihindar. Yang paling menyebalkan, justru si pengendara motor yang marah jika pejalan kaki tidak memberikan jalan di trotoar. Kalo saya, setiap mengalami kejadian itu –ada motor melaju di trotoral-, saya tidak akan pernah memberikan jalan. Mau si pengendara membunyikan klakson berkali-kali atau teriak-teriak, saya tidak peduli. Kalo si pengendara menabrak, wah, urusannya bisa panjang. Tinggal pilih: kuburan atau rumah sakit.
Apa pemerintah itu nggak melihat kondisi ini ya? Saya gemes banget! Rasanya saya ingin membuat pagar betis agar motor nggak bisa lewat trotoar. Kalo pagar betis mahal, bisa saja dipasangi rantai di akses motor itu bisa masuk atau keluar trotoar. Kalo sekarang kan tidak.
Tulisan ini bermaksud mengajak Anda pencinta jalan kaki untuk tidak memberi jalan pada pengendara motor yang saya sebut sontoloyo itu. Anda punya hak untuk tidak memberi jalan pada mereka. Sekali lagi, kalo si pengendara membunyikan klakson atau menegur dengan kata “permisi”, biarkan saja. Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Pura-pura budeg aja kita.
Saya tidak mengajak perang kepada pengendara motor. Masih banyak kok pengendara motor yang disiplin dan tindak merampas hak pejalan kaki. Mereka saya acungkan jempol. Saya sekadar mengajak pengendara motor sontoloyo ini untuk kembali ke jalan yang benar. Masing-masing punya hak. Pejalan kaki punya hak bejalan tanpa ada gangguan, pengendara motor seperti Anda pun punya hak melintas di jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar