Sabtu, 16 Oktober 2010

PLASTIK RAMAH LINGKUNGAN: 2 TAHUN BISA TERURAI





Diam-diam saya ini musuh dalam selimut terhadap plastik. Di blog-blog saya dan di Kompasiana ini pun saya seringkali mengkampanyekan gerakan Say No to Plastik. Bukan cuma omong doang, dalam praktek sehari-hari, tiap kali belanja, saya dan istri selalu membawa sejumlah tas terbuat dari bahan agar menghindari plastik. Begitu pula ketika di toko buku, sebisa mungkin, saya keluar tanpa plastik.

Namun, tentu sulit sekali menghindari plastik 100%. Kita sudah “terkepung” dengan plastik. Bahkan manusia sendiri sudah bersatu dengan plastik. Lihat saja mereka yang operasi hidung, dagu, dan anggota badan lain, dimana dibutuhkan plastik. Makanya saya katakan di atas tadi, diam-diam musuh, karena terpaksa menggunakan plastik di kala berbelanja di toko yang menggunakan plastik sebagai shopping bag kala saya tidak membawa tas lain.

Sabtu kemarin (16/10), saya diundang oleh Lucid Communication untuk menghadiri kongkow-kongkow para blogger. Bertempat di Tartine Restaurant, FX Lifestyle X’nter, Jakarta Selatan, saya dan teman-teman sesama blogger mendapat perspektif baru soal plastik.

“Plastik itu termasuk bahan organik,” ujar Sugianto Tandio.


Plastik yang saya foto ini terbuat dari singkong. Sebagai orang awam, ketika melihat secara langsung dan memegang plastik ini, saya tidak tahu kalo plastik ini terbuat dari singkong.Di shopping bag ini tertulis: this bag is 100% degradable. It contains natural and sustainable resources.

Awalnya saya kaget. Plastik dari bahan organik? Artinya, seharusnya plastik itu bisa terurai sebagaimana makanan dong? Tapi kenapa plastik baru bisa terurai dengan sempurna membutuhkan waktu 300-500 tahun? Bahkan, berdasarkan penelitian dosen Kimia di Institut Teknologi Bandung (ITB), I Made Arcana, zat pewarna hitam yang umumnya ada di kantong plastik, berbahaya bagi kesehatan. Zat ini kalo terkena panas dapat terdegrasi dan mengeluarkan zat yang menjadi salah satu pemicu kanker. Oleh sebab itu, kalo beli gorengan atau makanan yang masih panas, jangan langsung diletakkan di kantong plastik.

Jadi plastik itu berbahaya dong?

Ternyata tidak. Pakar kimia plastik asal Amrik Steven Hetges mengatakan, plastik sesungguhnya tidak membahayakan. Plastik berasal dari jasad renik (mikroorganisme) dari tumbuhan laut yang mati dan mengendap di dasar bumi. Berdasarkan teori organik seperti yang kemukakan oleh Engker (1911), proses pelapukan dan penguraian secara anaerob dalam batuan berpori, akan mentransformasi jasad-jasad renik tersebut menjadi minyak bumi yang menjadi bahan dasar dari plastik.

So, plastik berasal dari bahan material organik. Kecuali plastik yang memiliki kestabilan fisikokimia yang sangat kuat, sehingga membutuhkan waktu ribuan tahun untuk dapat mengurai secara alami. plastik berbahan konvensional dari polimer sintetik, misalnya, yang saya sebut tadi baru bisa terurai dengan sempurna 300-500 tahun. Ibarat kata, kita sudah meninggal, hidup lagi, meninggal lagi, baru terurai plastik berbahan konvensional itu.

Seperti yang saya katakan, kita sulit menghindari plastik. Jadi harus ada solusi agar bisa menjadikan plastik mudah untuk terurai. Banyak orang yang kerap mengkritisi, tapi tidak punya solusi. Sabtu kemarin, saya baru tahu, ada tas plastik yang terbuat dari bahan singkong. Adalah ecoplas (www.eco-plas.com) yang mengeluarkan kantong plastik berbahan singkong. Ada pula Oxium (www.oxium.net), yakni produk dalam negeri yang telah mengeluarkan plastik ramah lingkungan. Produk ini dapat mempercepat proses degradasi plastik dalam waktu kurang lebih 2 tahun melalui mekanisme oksidasi, thermal, dan fotodegradasi (cahaya matahari).

Saat ini Oxium sudah digunakan oleh hampir lebih dari 90% di pasar modern, yakni di Carrefour, Indomaret, Alfamart, Superindo, Hero, Giant, Tip Top, Kemchicks, Guardian, Century, Yogya, Zara, dan Gramedia. “Namun saat ini kita baru fokus di shopping bags-nya saja dan masih di modern market,” ujar Sugianto. “Selanjutnya, kita akan menyisir ka pasar tradisional dan produk-produk lain yang terbuat dari plastik, bukan cuma shopping bag saja.”



Beginilah kalo belanja bulanan. Saya dan istri tak pernah lagi menggunakan shopping bag, tetapi membawa beberapa tas untuk memasukkan barang belanjaan. Demi menghindari sampah plastik di rumah. Tetapi kalo ada penemuan sampah ramah lingkungan, sekali-sekali bolehlah pakai shopping bag dari plastik.


“Penemuan” Sugianto ini sudah mendapatkan green label dari Indonesia Solid Waste Association (INSWA). Selain sertifikat green label, Oxium juga sudah lulus uji dari Sucofindo, Fakultas Teknik Sipil Universitas Indonesia, Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT, serta R&D Center Indonesia Solid Waste Perisai.

Meski baru shopping bag, namun penemuan Sugianto dengan Oxium-nya merupakan sebuah solusi terhadap plastik yang selama ini “dimusuhi” banyak orang, termasuk saya. Nah, sekarang ini tiap belanja ke tempat-tempat yang sudah disebutkan tadi, saya tak perlu lagi membawa tas-tas untuk menghindari plastik, karena tas plastik yang di tempat-tempat belanja itu sudah dijamin oleh Oxium sebagai plastik ramah lingkungan.

“Saat ini ada 15 pabrik yang menggunakan Oxium. Kita akan mem-black list pabrik yang menjual plastik ke toko-toko tersebut yang tidak sesuai dengan standar Oxium,” ujar Sugianto. “Percuma dong kalau toko-toko tersebut bilang go green tetapi plastiknya tidak ramah lingkungan.”

2 komentar:

  1. Oxo adalah jenis proses plastik yang berubah bentuk menjadi serbuk apabila terkena panas/sinar UV. Unsur cobalt/magnesium/cadmium/dan unsur logam lainnya, yang membantu proses oksidasi. Jadi bukan dari organik tentunya.

    Hasil riset dari tentang Oxo ada di http://www.defra.gov.uk
    Assessing the Environmental Impacts of Oxo-degradable Plastics Across Their Life Cycle
    Loughborough University, January, 2010

    Plastik OXO tidak masuk lulus uji ASTM D5511, FDA, EPA. Mungkin bisa cek untuk rekan2 di sana.

    Salam
    Ecopure

    BalasHapus