Tak banyak arsitektur di tanah air ini yang ramah terhadap lingkungan. Pertumbuhan pusat perbelanjaan maupun apartemen jarang sekali yang membiarkan tumbuhan di sekitar tetap hidup. Yang terjadi, tumbuhan harus menyesuaikan arsitektur alias mematikan ekosistem di sekitar pembangunan.
Sabtu lalu, saya berkunjung ke sebuah sekolah elit di kawasan Jakarta Selatan. Cikal, nama sekolah tersebut. Bukan main takjub mata saya melihat arsitektur sekolah ini. Sebelumnya saya berpikir, sekolah yang biaya pendaftaran masuknya sekitar Rp 20-an juta ini, pasti arsitekturnya “modern”. Artinya, pembangunan gedung sekolah tidak bersatu dengan alam, sehingga mematikan pepohonan yang ada di situ. Ternyata saya salah.
Sekolah Cikal menjadi arsitektur favorit saya. Sebab, gedungnya menyatu dengan alam. Pepohonan yang sejak masih tanah kosong, dibiarkan tumbuh di sekitar gedung. Arsitektur gedung justru menyesuaikan pohon yang sudah ada sebelumnya. Ada pohon melinjo, mangga, dan beberapa pohon lain. Luar biasa bukan?
Arsitektur model gedung Cikal inilah yang seharusnya menjadi contoh arsitektur ramah lingkungan. Saya tak tahu, kenapa gagasan sebagian besar arsitek tentang ramah lingkungan lebih banyak pada penggunaan banyak jendela, sehingga memungkinkan untuk penghematan listrik. Sementara gagasan arsitektur bersatu dengan tak banyak yang melakukannya.
Congrats untuk pemilik Cikal yang sudah memberikan contoh arsitektur ramah lingkungan. Bukan sekadar contoh bagi para arsitek, tetapi bagi murid-murid di sekolah itu. Mereka jadi tahu, modernisasi tak harus menghancurkan alam dan lingkungan.
all photos copyright by Brill
Tidak ada komentar:
Posting Komentar