Sepak terjang Pangeran Kuningan nggak cuma berhasil mengalahkan Kerajaan Padjajaran. Bersama armadanya, ia pun berhasil mengalahkan armada perang Portugis yang mencoba memasukki wilayah Sunda Kelapa. Ketika berperang melawan tentara Portugis, Pangeran dibantu oleh pasukan gabungan dari Demak Cirebon, dimana saat itu dipimpin oleh panglima perang Falatehan (Fadlilah Khan).
Sepintas kayak masjid baru, tetapi sebelum direnovasi masjid ini adalah masjid tua, tempat Pangeran Kuningan melakukan siar agama Islam khususnya di seluruh wilayah Jakarta ini.
Daerah operasional Pangeran Kuningan berada ke arah Selatan. Di lokasi yang dahulu masih hutan belukar, sang Pangeran bersama pegikutnya mendirikan pemukiman. Itulah kenapa wilayah jalan HR. Rasuna Said dikenal sebagai Kuningan. Bahwa sepanjang jalan HR. Rasuna Said sampai Mampang, Tendean, dan Gatot Subroto adalah wilayah kekuasaan kerajaan yang dipimpin oleh Pangeran Kuningan.
Di wilayah yang cukup besar itu, Pangeran Kuningan membuat lokasi sentral pertemuan di lokasi yang sekarang menjadi Museum ABRI Satria Mandala. Bahkan ada yang menyebutnya, museum ini dulu adalah rumah sang Pangeran. Sementara tanah pekarangannya meliputi tanah yang ditempat oleh Menara Jamsostek ke arah Timur dan ke arah Barat sampai ke gedung Telkom, kompleks Menteri, dan LIPI. Nah, di pekarangan rumahnya, dibangun sebuah masjid. Kelak masjid tersebut bernama masjid Al-Mubarok.
Interior masjid Al-Mubarok.
Selain sebagai tempat syiar agama Islam, masjid Al-Mubarok ini dijadikan sebagai ruang diskusi bagi para pengikut Pangeran Kuningan. Baik itu diskusi mengenai agama, maupun diskusi politik.
Saya penasaran dengan sepak terjang Pangeran Kuningan ini. Oleh karena itu, saya mencoba menyusuri jejak Pangeran Kuningan ini. Penyusuran awal, saya lakukan di beberapa masjid tua di wilayah Kuningan dan Gatot Subroto. Di Kuningan, saya mendapatkan dua masjid tua. Masjid pertama bernama masjid Hidayattullah. Masjid ini terletak menyempil di bawah gedung pencakar langit milik Sampoerna, tepatnya di jalan Prof Dr. Satrio, Karet Semanggi, Jakarta Selatan. Masjid kedua bernama masjid Jami Roudhotul Falah di jalan H.R. Rasuna Said, Pendurenan Masjid. Namun kedua masjid ini ternyata tidak ada makam Pangeran Kuningan.
Penyusuran kemudian dilakukan dengan menanyakan warga penduduk Gatot Subroto yang sudah sepuh. Info mereka mengarah pada sebuah masjid yang menyempil di antara museum ABRI Satria Mandala dan Pusat Sejarah TNI (Pusjarah TNI) di jalan Gatot Subroto.
Terus terang saya nggak begitu yakin. Kenapa? Saya memang belum pernah masuk ke masjid yang terhimpit dua tempat itu, tetapi saya sering melihat dan melewati masjid yang temboknya dicat berwarna putih dengan genteng berwarna hijau. Ketidakyakinan saya, karena gedung masjid tersebut nampak masih baru. Saya bahkan menyangka, itu masjid memang kepunyaan museum Satria Mandala. Meski nggak yakin, saya pun tetap mendatangi masjid tersebut.
Buat menuju masjid Al-Mubarok, kita nggak perlu masuk museum Satria Mandala atau Pusjarah TNI. Ada jalan beraspal yang di kiri kanannya diberi pagar kawat. Dari jalan Gatot Subroto, kira-kira 50 meter masuk ke area masjid.
Makam di kompleks masjid Al-Mubarok
Begitu masuk area masjid, sepintas masjid itu nampak baru. Namun begitu melihat sebuah prasasti marmer berwarna hitam dengan tulisan ukiran di atas marmer itu, saya baru yakin bahwa masjid ini memang tempat Pangeran Kuningan dan pasukannya bersiar Islam dan menyusun strategi buat menghancurkan kerajaan Padjajaran dan armada perang Portugis di pelabuhan Sunda Kelapa.
Masjid yang dibangun tahun 1527 ini dilindungi oleh pemerintah daerah sebagai Monumen Ordonansi no 238 tahun 1931. Pada tahun 1972, masjid ini ditetapkan sebagai masjid tua melalui lembaran daerah no 60 tahun 1972.
Mengelilingi masjid terdapat kompleks pemakaman. Saya berpikir, kompleks pemakaman inilah barangkali ada makam keramat tempat beristirahatnya Pangeran Kuningan. Eh, ternyata dugaan saya salah. Ketika saya tanya penjaga masjid di situ, makam Pangeran Kuningan bukan di sini.
"Adanya di dalam gedung Telkom, Pak," ujar penjaga masjid.
"Hah?! Di dalam gedung Telkom?" tanya saya heran.
"Bapak ke situ saja. Tanya satpam, makam Pangeran Kuningan. Nanti pasti satpam akan nganterin."
Saya pun kemudian menuju ke gedung Telkom. Bagi Anda yang belum tahu lokasi gedung Telkom, gedung ini berada persis di seberang hotel Kartika Chandra atau bioskop Hollywood KC 21. Banyak banget kendaraan umum yang melewati gedung Telkom ini. Kalo dari Blok M, Anda bisa naik Kopaja 66 jurusan Blok M-Manggarai. Kalo dari Grogol bisa naik PPD jurusan Grogol-UKI. Atau dari Tanah Abang bisa naik Metromini 604 jurusan Pasar Minggu-Tanah Abang. Kalo dari arah Pancoran, Anda bisa turun di depan gedung Telkom atau museum Satria Mandala yang ada di samping gedung Telkom.
Buat menuju makam Pangeran Kuningan, Anda kudu lapor dulu ke security, karena mereka yang biasanya akan mengantarkan ke lokasi. Nggak enak dong kalo satu rombongan bus mau nyekar, tapi nggak izin keamanan gedung, ya nggak? Yang pasti, pihak Telkom kayaknya welcome banget ada orang yang mau berziarah atau nyekar, asal lapor.
Nggak ada yang menyangka, di belakang gedung tua Telkom ini ada sebuah batu nisan Pangeran Kuningan.
Ternyata tempat peristirahatan terakhir Pangeran Kuningan nggak seperti bayangan saya. Biasanya makam-makam keramat selalu dibuatkan kotak makam yang disemen dan dikasih keramik. Lalu makam tersebut dbuatkan rumah, at least gubuk lah. Eh, ternyata di lokasi tersebut cuma berupa batu nisan. Di batu tersebut tertulis tempat peristirahatan terakhir Pangeran Kuningan.
"Dari dulu memang begini, Pak," ujar Pak Supri, satpam yang sudah hampir duapuluh tahun kerja di PT. Telkom. "Kalo dikasih prasastinya sih baru. Keluarga ahli waris sudah minta izin Telkom untuk meletakkan prasasti di tempat ini."
Prasasti yang dimaksud berada di belakang gedung Telkom, tepatnya tempat mobil parkir. Di situ ada sebuah trotar dan di atas trotoar ituah ada sebuah prasasti. Bagi Anda yang lokasi parkir Telkom di belakang pasti nggak akan tahu kalo di atas trotoar itu ada makan salah seorang pahlawan bernama Pangeran Kuningan.
Pintu tangga yang ditutup gara-gara di bawah tangga ada batu nisan Pangeran Kuningan (di paling kanan dekat AC). Penutupan tersebut gara-gara menghormati makam tersebut.
Oh iya, prasasti itu adanya di bawah sebuah tangga salah satu pintu masuk gedung Telom dari arah belakang. Namun pintu masuk tersebut sudah lama ditutup. Saya bisa menebak, penutupan tersebut lebih karena menghargai ada makam di bawah tangga tersebut.
"Kalo sebelum puasa, banyak juga yang ziarah ke makam ini, Pak," tambah pak Supri. "Yang pasti tiap Jum'at, ada aja orang yang datang berkunjung."
Lucu juga kalo melihat ada prasasti Pangeran Kuningan di trotoar. Memang sih prasasti tersebut sebagai tanda tempat makan, namun saya nggak melihat adanya kesan sebuah kuburan keramat. Kenapa nggak dibuang saja prasasti tersebut? Toh, ada dan nggak ada prasasti tetap tidak terlihat ada mantan makam? Eit, ternyata setelah saya tanya salah seorang warga yang sudah cukup lama di wilayah Gatot Subroto, makam itu memang sempat mau digusur.
Prasasti Pangeran Kuningan.
"Tapi begitu mau digusur, orang yang mau menggusurnya langsung sakit," ujar ibu Endang Rekno Besane Sutarti yang akrab disapa ibu Iyem, yang sudah tinggal di Kuningan Timur.
Barangkali benar apa yang dikatakan ibu Iyem. Nggak ada orang yang berani memindahkan prasasti Pangeran Kuningan ini, termasuk para direksi PT. Telkom sendiri. Meski kelihatannya cuma prasasti, namun ternyata memiliki kesan 'magis' yang luar biasa. Anyway, bagi keluarga ahli waris yang ingin nyekar atau membacakan doa ke Pangeran Kuningan, lebih enak. Suasananya nggak kayak di kuburan. Mereka bisa membacakan yasin di tanga yang ada dekat prasasti tersebut. Barangkali cuma agak sedikit nggak kyusuk aja kali ya, karena setiap waktu pasti ada mobil yang hendak keluar, masuk, dan parkir di dekat situ. Ya, nama tempat parkir, ya pasti kayak begitu suasananya.
all photos copyright by Brillianto K. Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar