Berbahagialah jadi warga Tebet, Jakarta Selatan. Betapa tidak, sebuah taman belum lama ini dibuka untuk umum. Nama taman yang dimaksud adalah Taman Tebet Honda. Lho kok ada nama sebuah produk otomotif? Yap! Taman ini merupakan hasil kolaborasi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dalam hal ini Dinas Pertamanan dan Pemakaman, dengan PT. Honda Prospect Motor.
Terus terang saya tidak tahu mengapa untuk membuat sebuah taman, Pemprov DKI Jakarta perlu bekerjasama dengan pihak swasta. Apakah Dinas Pertamanan Pemprov DKI sudah tidak punya anggaran untuk itu? Agaknya perlu penyelidikan lebih lanjut tentang hal itu. Harap maklum, yang sudah-sudah, jika ada sebuah kerjasama yang melibatkan pihak ketiga, kerapkali menimbulkan kecurigaan.
Pintu masuk Taman Tebet Honda.
Namun, tulisan ini tidak ingin membongkar permasalahan itu. Biar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Indonesian Corruption Watch (ICW) yang punya kuasa untuk melakukan penyelidikan. Tulisan ini cuma ingin mengajak kita berpikir positif di luar aspek kerjasama, bahwa di Jakarta ini, khususnya di Tebet, ada taman lagi. Sebagai perusahaan otomotif yang berkomitmen terhadap permasalahan lingkungan, Honda kembali menunjukan itikadnya: mensponsori pembuatan taman.
Bukan baru di Taman Tebet ini saja Honda mensponsori taman. Di beberapa tempat, khususnya di wilayah Jakarta, sudah ada beberapa taman yang bertanda: Honda. Selain Honda, perusahaan otomotif lain juga sudah melakukan hal yang sama. Di perempatan Coca-Cola, tepatnya di putaran dari arah jalan Suprapto, Jakarta Pusat –depan ITC Cempaka Mas- menuju ke Rawamangun, Jakarta Timur, misalnya. Di lokasi itu, Toyota membiayai sebuah taman.
Di Taman Tebet ini, Honda menyalurkan dana guna mempercantik taman. Selain ditanami aneka tanaman, seperti pohon Terembesi, Akasia, dan lain-lain, Honda juga membuat arana bermain anak-anak. Di arena tersebut terdapat aneka permainan standar, mulai dari ayunan maupun permainan panjat-panjatan. Fasilitas lainnya yang tak kalah menarik ada reflexiology track, arena futsal, jembatan untuk menyeberang kali –kebetulan di taman itu ada kali yang mengelir-, dan tentu saja jogging track. Luar biasa bukan?
Pagar depan Taman Tebet Honda. Perhatikan sebelah kiri, masih nampak bekas toko maupun warung yang dulu sempat mengitari pagar lokasi sebelum menjadi taman.
Dana untuk mempercantik taman ini diambil dari hasil keuntungan penjualan produk otomotif di Indonesia International Motor Show 2009 sebanyak 1.180 unit. Itu artinya, Anda yang kebetulan melakukan pembelian di event tersebut secara tidak langsung turut andil membiayai pendanaan Taman Tebet ini. Congrats buat Anda!
Saya sempat iri ketika Tebet punya taman lagi. Betapa tidak, sebelum difungsikan Taman Tebet Honda, Tebet sudah punya taman, yakni Taman Kota Tebet, dimana lokasinya persis di samping Taman Tebet Honda. Ketika masih tinggal di Tebet, saya rutin lari pagi di Taman Kota Tebet, sementara area yang sekarang menjadi Taman Tebet Honda masih semak belukar. Di sepanjang pagar masih terdapat berbagai tukang, baik itu tukang jual tanaman, binatang peliharaan, warteg, maupun tukang cuci mobil. Sekarang tukang-tukang itu sudah “disekolahkan”.
Sekarang, setelah tinggal di Cempaka Putih, taman umum seperti Tebet tidak ada. Memang ada arena olahraga persis di samping kompleks rumah saya, ARCICI, tetapi itu bukan arena olahraga umum. Beberapa kali saya selalu dilarang menggowes sepeda di tempat itu. Harap maklum, cuma member yang boleh berolahraga, karena ARCICI dikelola oleh pihak swasta.
Salah satu tanah di Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat. Tanah sengketa yang dijadikan arena bermain rakyat. Bermanfaat di tengah minimnya fasilitas publik
Beberapa taman di Cempaka Putih areanya tidak sebesar Tebet. Padahal saya berharap tanah yang dahulu bekas sekolah perawat, bisa dijadikan taman umum. Namun sayang, tanah tersebut milik Yayasan Rumah Sakit Harapan Kita. Konon kabarnya, di atas tanah yang berada persis di dekat kompleks Pertamina, Cempaka Putih, Jakarta Pusat ini akan dibangun gedung komersial dan sosial.
Namun entah mengapa, meski gedung tua di situ sudah dirubuhkan dan seluruh area sudah dipasangkan tembok yang artinya siap dibangung, papan warna merah tergantung di tembok. Papan tersebut tak lain adalah papan penyegelan, karena ternyata Yayasan Harapan Kita belum memiliki izin mendirikan bangunan. Sudah beberapa bulan ini papan berwarna merah itu barada di tembok itu. Wah, jika saja area yang luas itu bisa dijadikan taman, pasti banyak sekali manfaatnya untuk orang banyak, terutama warga Cempaka Putih seperti saya ini.
Sementara di tempat terpisah, tepatnya di jalan Sahardjo, Jakarta Selatan, ada kondisi yang menurut cukup unik. Beberapa waktu lalu, Dinas Pertamanan Pemprov DKI Jakarta sempat membongkar beberapa toko di salah satu sudut jalan tersebut. Ada toko pengetikan skripsi, toko alat-alat otomotif, maupun warteg. Setelah rata dengan tanah, ada tulisan akan dibangun taman.
Perhatikan tali warna kuning sebagai garis pembatas di foto atas! Dulu di tali warna kuning yang ada tulisan BUKAN JALAN UMUM adalah tembok itu. Di tembok itu ada berbagai pedagang yang berada di jalan Sahardjo, Jakarta Selatan, kemudian digusur oleh Pemda dengan janji akan dibuatkan taman.
Namun kelihatannya pemugaran tembok itu justru dimanfaatkan sebagai akses keluar-masuk mobil. Tamannya cuma beberapa pot-pot yang ada di situ. Gedung yang nampak di foto bawah adalah gedung Paska Sarjana UGM yang ada di jalan Sahardjo, Jakarta Selatan. Dulu tak bisa terlihat penuh sebelum tembok dibongkar dan menggusur pedagang. Tahu begitu tidak usah digusur kali ya?
Beberapa lama kemudian, taman yang sebelumnya akan dibangun oleh Dinas Pertamanan Pemprov DKI Jakarta belum juga nampak. Baru tadi saya melewati jalan Sahardjo itu lagi, yang nampak justru pembangunan yang dilakukan oleh sebuah kantor. Yap! Saya baru tahu, bekas toko-toko yang dibongkor itu ternyata sebelumnya nempel dengan tembok kantor milik Vicky Sianipar. Kini, saya menduga, kantor itu akan memanfaatkan “tanah kosong” yang katanya ingin dijadikan taman oleh Pemprov DKI untuk pintu akses keluar maupun masuk. Kok begitu ya?
Melihat kondisi tersebut, saya jadi curiga. Padahal seharusnya kalau Pemprov DKI sudah punya komitmen membangun taman, ya jangan ada lagi kantor yang diberikan previllage untuk membuka akses, yang jelas-jelas akan memotong tanah yang diperuntukan taman tersebut. Kalau tahu akan diberikan previllage seperti itu, untuk apa membongkar toko-toko yang ada sebelumnya? Ah, barangkali ada sesuatu yang jauh lebih besar yang diterima. I don’t know for sure. Tapi itulah barangkali yang masih menjadi kelemahan pejabat DKI sekarang ini: belum tegas, karena....
all photos copyright by Brill
Tidak ada komentar:
Posting Komentar