Minggu, 01 Agustus 2010

SEBULAN TUJUH HARI, SEBELUM SERAH TERIMA KUNCI

Anggota Komisi X dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Primus Yustisio terbengong-bengong begitu menginjakkan kaki di area kompleks Rumah Jabatan Anggota (RJA) DPR RI di Kalibata, Jakarta Selatan pada Jumat (30/07) kemarin. Betapa tidak, rumah-rumah yang sekiranya nanti akan ditempati pria kelahiran 17 Agustus 1977 yang dikenal sebagai bintang sinetron ini dan seluruh anggota DPR lainnya, belum kelar. Padahal deadline selesai proyek ini tinggal 43 hari terhitung Jumat lalu itu.

Kebingungan yang sama juga dialami oleh anggota DPR RI dari Fraksi Golkar Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP, PhD. Bersama dua anggota lain, perempuan yang dikenal sebagai aktivis LSM ini melihat seluruh fisik bangunan, mulai dari kondisi eksterior maupun interiornya.

“Apa mata saya salah lihat ya? Atau memang struktur bangunannya miring?” tanya Hetifah pada saya saat melihat salah satu rumah dinas yang di Blok C yang terlihat miring konstruksinya.



Ternyata bukan Hetifah yang salah, tetapi memang struktur bangunan yang salah. Menurut kontraktor utama Adhi Karya (Persero) Tbk dan Indah Karya, mengaku sangat kesulitan membangun rumah dinas anggota DPR ini. Kesulitan itu di antaranya, karena rumah lama ternyata spesifikasi dan ukurannya tidak sama serta kontur tanah yang tidak rata. Maklum dahulu kala dikerjakan oleh lebih dari 13 kontraktor.

"Tapi alasan itu tidak bisa menjadi pembenaran sehingga harus kerja lembur. Itu risiko," ujar anggota BURT DPR Agus Sulistyono yang penulis kutip dari situs Jurnal Parlemen, Kamis, 17/06/2010 | 16:26.

Ketika memasuki ruang dalam rumah, kondisi memang masih jauh dari sempurna. Padahal sebelum kunjungan anggota DPR Jumat (30/07), Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) Dewan Perwakilan Rakyat, Refrizal sempat meninjau proses pembangunan rumah jabatan di Kalibata itu pada Kamis 17 Juni 2010. Saat itu pihak konsultan mengatakan proses pembangunan sudah 60 persen. Namun Agus mengaku sangat kecewa atas pembangunan RJA DPR di Kalibata.

“Katanya pembangunan sudah 60 persen, tetapi faktanya masih sangat rendah,” ujar Agus seperti penulis kutip dari VivaNews.Com, Jum'at, 18 Juni 2010, 08:19 WIB.

Jumat sore lalu, seluruh anggota lagi-lagi kecewa. Namun kekecewaan mereka kali ini ditutupi dengan goyonan-guyonan seputar pembangunan yang belum rampung ini. Salah satu guyonan mereka begini, “Seharusnya yang disebut gedung miring, ya ini,” kata salah seorang anggota sambil ditimpali dengan tawa dari sesama anggota dan tamu lain. Yang dimaksud ‘gedung miring’ dalam guyonan itu tak lain adalah sebuah rumah yang konstruksinya miring. “Rumah ini kayaknya cocok buat Ketua Fraksi,” tambah anggota DPR itu.



Agus tidak yakin pembangunan 499 RJA ini akan selesai pada waktu yang telah ditetapkan oleh pengembang, yakni tanggal 8 September 2010. Kalo dihitung per tanggal 1 Agustus 2010 ini, maka sisa waktu pengerjaan proyek tinggal satu bulan tujuh hari.

Selain deadline yang mepet sementara kondisi proyek belum mencapai 60%, Agus juga sangat kecewa dengan kualitas. Menurutnya, dengan anggaran yang sudah ditetapkan, kualitas yang dilihat di lapangan, sungguh sangat mengecewakan. Tak heran BURT DPR RI akan mengevaluasi secara cepat kontraktor dan Sekretariat Jenderal DPR. Bahkan ia pun tidak akan mau menerima kunci saat acara serah terima kunci.

“Apabila ada ketidaksesuaian antara anggaran dengan kualitas yang ada, kami tidak akan menerima,” ujarnya.

Sekadar info, beberapa bagian renovasi bangunan tidak dilakukan sepenuhnya oleh Adhi Karya melainkan disubkan ke beberapa subkontraktor. Menurut Refrizal, karena ada bagian-bagian yang tidak dikerjakan oleh kontraktor utama, seperti pengerjaan teralis, pintu, kusen-kusen, dan lain sebagainya.

“Tetapi tetap standar karena diawasi oleh konsultan yang telah ditunjuk (Adhi Karya-pen),” kata Refrizal.

Sebagai rakyat perlu Anda ketahui, bahwa anggaran renovasi RJA Kalibata ini semula dialokasikan dalam dua tahun anggaran. Pada 2008, pemerintah mengucurkan Rp50 miliar dan 2009 sebesar Rp104,1 miliar. Ternyata, belakangan muncul angka baru sebesar Rp355 miliar yang disebutkan oleh Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI.

Anehnya, perwakilan dari pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum (PU), tidak tahu menahu detail anggaran RJA. Ditjen Cipta Karya tidak diajak mendiskusikan alokasi dana renovasi RJA tahun anggaran 2010. Meski begitu, Ditjen Cipta Karya hanya bisa memberikan besaran angka pada 2007 sesuai hasil penelitian kelayakan renovasi rumah dinas DPR termasuk masjid dan saluran air, yakni sebesar Rpl00 miliar.

Makin aneh, pihak kontraktor pelaksana PT Adhi Karya Tbk pun tidak memiliki angka pasti nilai kontrak proyek ini. Direktur Utama PT Adhi Karya Tbk Bambang Triwibowo mengaku tidak mengetahui nilai kontrak proyek tersebut.

"Saya kurang tahu persisnya karena ada di bawah wewenang dan kendali Kepala Divisi Operasi 2. Saya kurang tahu persis soal kontrak dan pelaksanaan bukan (ditangani) direksi," tutur Bambang (Media Indonesia.Com, Minggu, 16 Mei 2010 15:34 WIB).

Ditjen Cipta Karya tidak tahu, kontraktor tidak tahu, termasuk juga Sekretaris Perusahaan PT Adhi Karya Tbk Karnadi. Katanya, ia tidak hapal nilai kontrak setiap proyek. Sebab, jumlah proyek perusahaan ini banyak, lebih dari 100 tiap tahun. “Saya pikir yang paling tahu kepala proyeknya. Silakan datang ke proyek saja," papar dia.



Anda pasti pusing kalo diputar-putar seperti itu. Buat mencari informasi agar nilai proyek terbuka dan diketahui oleh masyarakat, ternyata sulitnya minta ampun. Seperti ada sesuatu yang ditutup-tutupi. Padahal RJA itu pun diambil dari dana masyarakat, salah satunya ya lewat pajak. Wah, saya jadi curiga, nih....

Sebelumnya, Wakil Ketua BURT Refrizal sempat memberikan titik terang. Ia menyatakan, alokasi anggaran untuk renovasi RJA bukan Rp 244,07 miliar, tapi mencapai Rp 355 miliar. Angka tersebut terinci dalam APBN 2008 sebesar Rp 50,9 miliar, APBN 2009 sebesar Rp l01,l miliar, dan APBN-P 2010 sebesar Rp203 miliar. Nah, makin jelas!

Jadi, total biaya renovasi rumah dinas tercatat sebesar Rp 355 miliar. Angka tersebut termasuk alokasi untuk pembangunan 10 rumah dinas baru, gedung pertemuan tiga lantai, masjid Al- Amin, dan beberapa fasilitas yang ada di kompleks itu. Namun, ada anggota yang sanksi dengan biaya sebanyak itu dengan kualitas yang mereka saksikan di lapangan.



all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar