Selasa, 09 Februari 2010

JALAN TOL BARU MENUJU CIKEAS

Penduduk di sekitar Leuwinanggung, kecamatan Tapos, Depok, Jawa Barat, saat ini harap-harap cemas. Ada sebagian tanahnya yang akan tergusur dalam rangka pembuatan jalan tol baru. Jalan tol ini rencananya bakal menuju rumah Presiden RI kita ke-6, Susilo Bambang Yoedoyono (SBY) di Cikeas.

Salah satu penduduk yang resah adalah Virgiawan Listanto alias Iwan Fals. Kabarnya, sebagian tanah di rumah Iwan di Leuwinanggung bakal terkena proyek jalan tol ini. Padahal ketika membeli tanah di tahun 1995, pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Depok nggak pernah membuat rencana tata kota yang ada jalan tol baru, yang diaplikasikan ke dalam sebuah master plan.

"Kalo pun ada, harusnya disosialisaikan terlebih dahulu ke warga setempat," jelas Rosanna yang akrab disapa Yos, istri Iwan Fals.


Jalan menuju rumah Iwan Fals. Di sebelah kanan dan kiri masih banyak rumah kampung. Banyak pohon yang rindang. Udara masih bersih. Kebayang kalo jalan tol dekat pemukiman, akan banyak pohon ditebang dan pasti kualitas udara nggak akan sebersih sebelumnya, karena akan dilalui oleh mobil. Tentu rencana ini bukan bagian dari go green

Kegusaran Yos itu tentu beralasan. Kalo jalan tol terrealisasi, maka ada salah satu tempat di kompleks rumah Iwan, yang akan dijadikan sekolah musik, bakal kena gusur. Padahal tempat yang dimaksud baru selesai dibangun.

"Masa tempat belum dipakai sudah kena bongkar?" tanya Yos lagi. "Padahal kita sudah menghabiskan dana seratus juta lebih buat bangunan itu."

Buat menanyakan perihal pembangunan jalan tol baru, Iwan Fals dan keluarga sempat mengadukan nasibnya ke Walikota Depok. Kebetulan mereka berjumpa langsung dengan sang Walikota, yakni H. Nur Mahmudi Isma'il. Dalam pertemuan tersebut, Iwan protes tentang rencana jalan tol baru itu. Dalam protes, ia mempertanyakan mengapa tidak ada sosialisasi, padahal seharusnya kalo memang akan ada rencana pembangunan, warga nggak dikasih tahu mendadak.

Alhamdulillah, negoisasi berjalan mulus. Artinya, Nur Mahmudi mencoba netral. Artinya, beliau akan mengakomodir kepentingan warga, tetapi juga mencoba mengakomodir kebutuhan pembangunan jalan tol itu buat kepentingan Kepala Negara. Sebab, ia menjelaskan bahwa pembangunan jalan tol Cikeas ini supaya akses menuju jalan ke rumah Presiden SBY lebih dekat.


Ini tempat konser Iwan Fals bulanan. Kebayang kalo nggak berjumpa dengan Walikota Depok, ujung dari jalan tol adalah panggung konser. Jadi, kalo sebelumnya belakang panggung adalah lapangan bola dan pepohonan nan hijau, nanti kalo ada tol, belakangannya adalah jalan tol yang banyak mobil berseliweran.

Sekadar info, selama ini akses menuju ke rumah SBY memang banyak cara. Setidaknya ada dua gerbang tol yang bisa menuju Cikeas. Gerbang pertama via Cibubur. Gerbang kedua via pintu tol keluar Cimanggis. Nah, oleh karena kedua tempat tersebut masih terlalu jauh buat menuju rumah SBY, maka dibuatlah rencana gerbang tol baru yang aksesnya lebih mudah ke rumah SBY.

"Kemungkinan nanti tanah ini kena seribu meter," jelas Yos.


Yang penting kita sudah berusaha. Sisanya kita pasrah pada Allah.

Begitulah hasil negoisasi dengan Walikota Depok. Seribu meter dari 1,5 hektar tanah yang dimiliki oleh Iwan Fals di bilangan Leuwinanggung, Depok, akan terkena pelebaran jalan buat tol Cikeas.

"Sebelumnya pelebaran jalan ini mengenai tepi panggung konser Iwan."

Kebetulan hampir setiap bulan, Iwan melakukan konser di rumahnya. Konser ini dilaksanakan di salah satu halaman rumahnya. Di situ ada sebuah tembok yang sudah di-floor yang dibuat mirip seperti stage kosong yang terbuat dari beton. Nah, stage beton ini sebelum negoisasi dengan Walikota akan terkena pinggirnya. Untunglah nggak jadi.

"Hal itu karena Pak Walikota sudah melihat aktivitas yang terjadi di sini (di rumah Iwan Fals, maksudnya)," jelas Yos.

Bahwa ada konser yang akan mempengaruhi roda perekonomian warga sekitarnya, dimana hal tersebut jelas akan mempengarui pendapatan di sektor non-formal. Warung-warung di sekitarnya jadi kebanjiran pembeli yang menonton konser Iwan Fals. Bahkan saya sempat interview pemilik warung yang menjual aneka makanan dan minuman di situ, konser Iwan membawa berkah.


Ini dia lapangan bola di belakang rumah Iwan Fals yang umurnya nggak bakalan lama lagi, karena bakal tergantikan dengan aspal dan deru asap kendaraan bermotor.

"Pak Walikota sudah dua kali lihat konser bulanan Iwan," kata Yos. "Jadi dia tahu kalo kita di sini bukan cuma sekadar tinggal, tetapi ada hal yang seharusnya perlu dipikirkan agar tidak asal dibebaskan."

Iwan Fals membeli tanah di Leuwinanggung tahun 1995. Saat itu harga tanah masih Rp 5.000. Kini harga tanah sudah mencapai Rp 250 ribu/m2. Bahkan Titin, salah satu karyawan management Iwan Fals: Tiga Rambu, sempat membeli tanah sejak tahun 2006 dengan harga sudah Rp 75 ribu-80 ribu/m2. Kini harga tanahnya Titin yang sudah bersertifikat itu berharga Rp 450 ribu/m2, hampir dua kali lipat dari harga pasaran. Nah, bisa jadi dengan keberadaan jalan tol, tanah Leuwinanggung bakal melonjak 3 kali lipat, dari yang rata-rata Rp 250 ribu/m2 bisa menjadi Rp 500 ribu-Rp 1 juta.


Tanah Iwan Fals sebanyak 1000 m2 yang ada di belakang saung ini yang akan terkena pembebasan jalan tol Cikeas. Gokil! Yang dibebaskan tanah 1000 m2, nah, tanah di rumah saya aja nggak sampai 100 m2, cong!

Sebenarnya bukan masalah lonjakan harga tanah yang diinginkan Iwan Fals dan keluarga, tetapi soal sosialisasi yang mendadak. Anyway, Iwan sudah berusaha dan Nu Mahmudi pun berusaha mengakomodir. Kalo sudah berusaha, tetapi hasilnya berbeda, Yos hanya bisa pasrah kepada Allah. Dan bukan cuma Yos yang pasrah. Beberapa warga yang sudah pasti akan digusur pun ikut-ikutan pasrah. Saya membayangkan saat pembebasan tanah buat kepentingan jalan tol Cikeas, Iwan nggak nyanyi lagu Bongkar dari album Swami tahun 1989.

Kalau cinta sudah di buang
Jangan harap keadilan akan datang
Kesedihan hanya tontonan
Bagi mereka yang diperkuda jabatan

Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar

Sabar sabar sabar dan tunggu
Itu jawaban yang kami terima
Ternyata kita harus ke jalan
Robohkan setan yang berdiri mengangkang

Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar

Penindasan serta kesewenang wenangan
Banyak lagi teramat banyak untuk disebutkan
Hoi hentikan hentikan jangan diteruskan
Kami muak dengan ketidakpastian dan keserakahan

Dijalanan kami sandarkan cita cita
Sebab dirumah tak ada lagi yang bisa dipercaya
Orang tua pandanglah kami sebagai manusia
Kami bertanya tolong kau jawab dengan cinta

Oh oh

Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Minggu, 07 Februari 2010

JALAN-JALAN KE WADUK

Dalam rangka ulangtahun busway yang ke-6 pada tanggal, 15 Januari 2010 lalu, Komunitas Peta Hijau Jakarta (PHJ) menyelenggarakan acara bernama Tur Hijau. Tur Hijau kali ini menggunjungi waduk Setiabudi dan Situ Ragunan. Buat Anda yang masih bingung kolerasi ulangtahun busway dan waduk, jangan marah dulu. Saya akan jelaskan.

Bahwa busway adalah salah satu transportasi publik yang ramah lingkungan. Selain menjadi kendaraan alternatif dalam rangka mengurangi kemacetan, busway menggunakan gas yang jelas mengurangi kadar polusi udara. Artinya, busway erat kaitannya dengan keramahan lingkungan. Nah, kebetulan, rute busway trayek Dukuh Atas-Ragunan melewati dua lokasi resapan air, yakni waduk Setiabudi dan Situ Ragunan.

Waduk pertama berada di dekat lokasi yang dahulu sempat bermukim para waria alias bencong, yakni waduk Setiabudi. Waduk ini terbagi dalam dua waduk: waduk Setiabudi Timur dan waduk Setiabudi Barat.


Waduk Setiabudi yang menghadap ke gedung Landmark, Sudirman, Jakarta Pusat.

Setiap hari, waduk Setiabudi menerima limbah cair dari pemukiman maupun perkantoran yang berada di sepanjang jalan Rasuna Said. Sayangnya hanya satu waduk yang memiliki alat penghancur limbah.

Selain berfungsi menghancurkan limbah, waduk Setiabudi ini juga menjadi pengendali banjir. Kalo ketinggian air sudah mencapai lebih dari batas toleransi, atau sudah banjir, maka air akan dibuang ke Bajir Kanal Barat (BKB).

Nggak beda dengan waduk Setiabudi, situ Ragunan juga berfungsi menyerap air hujan agar jangan sampai banjir. Intinya, menjadi resapan air. Selain itu, tentu saja situ Rangunan berfunsi sebagai tempat rekreasi. Dengan menjadi tempat rekreasi, maka tumbuh usaha-usaha di sektor non-formal yang tentu mendatatkan keuntungan secara ekonomi.

Sepanjang perjalanan dari waduk Setiabudi dan situ Ragunan, pemandu PHJ menunjukkan tempat-tempat yang ramah lingkungan antara lain Rumah Hijau, Kampung Hijau Mampang, Kedai Daur Ulang Sampah Kertas, tempat pengumpulan sampah Tetrapak, serta kebun bibit angrek.

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

MENGGUSUR MAKAM DEMI MENGURANGI BANJIR

Memang risiko tinggal di kota metropolitan yang sering kedatangan banjir. Ketika Pemerintah Daerah (Pemda) ingin mengatasi masalah banjir, ada sebagian masyarakat yang diuntungkan, ada yang merasa dirugikan.

Masyarakat pertama yang merasa rugi, biasanya tinggal di tempat yang rawan banjir. Misalnya warga yang tinggal di pingir sungai Ciliwung. Sudah bisa diduga, tiap hujan besar, mereka pasti kebanjiran. Selain mereka yang tinggal di sepanjang lintasan sungai, warga yang terkena pelebaran jalan guna pembuatan Banjir Kanal, juga merasa dirugikan.

Sementara buat warga yang lingkungannya sering kebanjiran, pasti akan merasa happy kalo pemerintah berbuat baik dengan tindakan mengurangi banjir.

Soal gusur menggusur demi pembangunan, ternyata nggak cuma dialami mereka yang masih bernyawa. Orang yang sudah meninggal juga merasakan "kenikmatan" digusur. Dalam rangka pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT), Dinas Pemakaman DKI Jakarta di TPU Malaka, Pondok Kelapa, Jakarta Timur sudah membongkar 44 makam di TPU Cipinang dan 587 makam di TPU Malaka.

Jumat, 05 Februari 2010

FROM 25nd FLOOR BANK INDONESIA BUILDING

Beruntunglah saya bisa menjajakan kaki di lantai 25 di salah satu gadung Bank Indonesia (BI). Kenapa saya bilang beruntung? Soalnya nggak semua orang bisa masuk ke lantai ini. Sebab, di lantai ini ada beberapa Direksi BI, termasuk Deputy Gubernur. Salah satu Deputy Gubernur adalah Pak Budi Mulya.

Kebetulan siang itu saya shooting di ruang kerja Pak Budi. Mumpung lagi break, saya menyempatkan diri melakukan hobi saya mengabadikan situasi dengan kamera digital saya. Hasilnya? Biasa aja sih. Tapi saya senang bisa mendapatkan gambar-gambar dari lantai 25.

Ini dia beberapa fotonya.






all photos copyright by Brillianto K. Jaya

EVENT ALTERNATIF, TETAPI BERTABURAN SAMPAH PLASTIK

Event itu bernama Wahana Kebaikan Alam. Event ini merupakan satu bagian dari proyek marketing public relations yang lazim disebut Corporate Social Responsibility (CSR). Aqua sebagai leading company buat perusahaan air minum mineral ingin menguatkan lagi brand awareness-nya, bahwa minuman Aqua benar-benar dihasilkan dari air penggungan. Melalui acara ini, perusahaan ini juga ingin mengatakan teknologi dalam mensterilisasi air mineral dan botol nggak perlu diragukan. Setidaknya info-info tersebut diumbar di area seleksi.












Niat datang pagi supaya nggak bertemu dengan banyak penggunjung, eh malah ketemu rombongan anak-anak sekolah. Halah!

Area Seleksi merupakan satu dari tiga Area Kebaikan Alam. Begitu masuk ke area acara Wahana Kebaikan Alam, pengunjung langsung masuk ke area seleksi. Di area seleksi pengunjung akan mengunjungi 4 tempat, dimana tempat-tempat tersebut yang saya menyebutnya sebagai "propaganda halus". Kenapa? Sebab, semua info mengarah pada kebaikan Aqua. Harap maklum, namanya juga acaranya Aqua, ya info-info soal kebaikan yang kudu menjurus pada Aqua, bukan produk lain.

Misalnya uji air sederhana, dimana di situ pengunjung akan diberikan informasi bahwa air dari mata air pengunungan akan mengalami filterisasi melalui batuan pegunungan berapi yang memberikan kandungan mineral. Nah, Aqua mengklaim berhasil menjaga kandungan mineral tersebut, sehingga sangat bagus untuk dikonsumsi.

Selain tempat uji air sederhana, ada tempat lain di Area Seleksi ini, yakni demonstrasi sirklus air, ilustrasi fakta sumber mata air, dan pengunungan pilihan di Indonesia ini. Sementara di sebuah lorong buatan yang dikasih judul lorong 9-5-1, pengunjung di-brainwashed, bahwa Aqua memilih cuma dari sumber air terbaik Indonesia dengan menggunakan pendekatan 9 kriteria dan 5 tahapan pemilihan, serta berkomitmen untuk melaksanakan minimun 1 tahun penelitian.


Jumlah pengunjung yang membludak, apalagi dari rombongan anak-anak sekolah, membuat panitia kelabakan. Udah tahu orang Indonesia kurang disiplin kalo ngantri, panitia nggak mengantisipasi membuat jalur antrean di beberapa wahana yang paling banyak diminati. Nggak heran terjadi sistem hukum rimba: siapa kuat, dia menang.

Melewati lorong 9-5-1, pengunjung semakin dibuat yakin, Aqua yang terbaik. Kalo melihat komitmen itu, memang Aqua bolehlah. Selama ini saya juga masih melihat Aqua masih yang terbaik di antara air mineral lain. Kalo di warung ada dua botol air mineral, saya masih memilih membeli Aqua sebagai minuman. Tapi mohon maaf, sudah beberapa tahun ini, keluarga kami sudah nggak mengkonsumsi Aqua sehari-harinya. Kami lebih memilih produk penyaring air yang secara hitung-hitungan ekonomis jauh lebih hemat dan tentu sehat pula.

Nama penyaring airnya adalah e-Spring. Sebab, cukup dengan membuka keran, air dari PAM atau air tanah akan langsung bisa diminum, setelah melewati e-Spring. Maklum, e-Spring canggih banget, bo. Salain punya filter karbon padat 4 lapis buat menyaring kontaminan (zat pencemar), ada lampu ultraviolet untuk membunuh mikro organisme dalam air, dimana mampu memusnahkan lebih dari 99,9% virus dan bakteri air. Yang pasti, airnya sudah mendapat sertifikat kelas dunia dari NSFI di Amrik sana. Sertifikat baru dapat setelah lulus uji pengurangan VOC (volatile organic contaminants) menurut Standard 53. Nggak semua produk lulus, lho! Ingat! Yang diuji kehigienisannya dan mendapatkan sertifikat adalah airnya, bukan cuma botolnya.

Terlepas dari "propaganda halus" yang dilakukan Aqua, informasi di area seleksi ini menarik. Pengunjung jadi tahu mengenai sistem penyaringan alami yang dimiliki oleh gunung, yang mampu mengubah air hujan menjadi air minum yang alami. Pengunjung juga tahu bahwa setiap sumber air minum memiliki karakteristik dan kualitas yang berbeda. Hanya saja, sistem buka tutup yang dilakukan panitia acara ini membuat pengunjung yang nggak ikut rombongan jadi malas. Semua area dikuasai oleh anak-anak sekolah yang memang datang segerombolan. Mending cuma satu atau dua rombongan sekolah, ini mah buanyak banget, bo!


Saya tetap bilang, event Wahana Kebaikan Alam ini bagus sebagai alternatif ketimbang jalan ke mal aja.

Kami mengerti, kenapa panitia melakukan hal ini. Salah satunya buat mengantisipasi jumlah pengunjung yang sedikit. Maklumlah, acara ini gratis. Biasanya kalo acara gratis, pengunjungnya take it for granted. Nggak dateng juga nggak rugi. Kalo datang, waktunya pun sesuka hati. Nah, dengan mengajak beberapa rombongan sekolah, panitia jadi tenang. Mereka nggak perlu repot cari pengunjung, karena sudah pasti datang. Jumlahnya pun sudah bisa diprediksi. Namun ya sekali lagi, pengunjung yang datang tanpa rombongan jadi malas harus ikut antre dengan rombongan sekolah. Barangkali next time ada sebuah sistem yang bisa membagi jalur buat rombongan dan pengunjung non-rombongan.





Panggung utama. Keren, kayak kita sedang menyaksikan panggung di kampung-kampung yang masih banyak pohonnya.

Di area preservasi, terdapat tempat yang cukup menarik, yakni melukis dengan bahan alam. Kalo anak-anak kita biasa menggunakan cat air yang merupakan percampuran produk kimia, maka di tempat ini warna-warna yang dibuat berasal dari bahan alami, yakni dari pencampuran daun-daun.

Selain melukis dari bahan alami, ada pula tempat yang mengajarkan anak-anak melakukan kreativitas dengan menggunakan bahan-bahan alami. Misalnya membuat kerajinan tangan dengan bambu. Meski nggak sebanyak penggunjung di wahana permaian, lokasi kreativitas dari alam ini menurut saya cukup menarik dan menjadi nilai plus acara ini.

Nilai plus lain, ada lokasi yang diberi judul terima kasih alam. Di sini para penggunjung, terutama anak-anak, diajak buat menanam tanaman. Meski tempat menanamnya terbatas, namun mereka diajak buat peduli dan mengerti bahwa dengan menjaga kelestarian alam, maka akan mengurangi polusi. Larangan merokok di seluruh area selama event berlangsung juga luar biasa, meski saya masih melihat satu-dua pengunjung nekad merokok, bahkan di pinggir wahana ada panitia juga tetap menghembuskan asap rokok.

Ngomong-ngomong soal mengurangi polusi, agak kontraproduktif juga sih acara penanaman pohon 30 ribu bibit pohon dan larangan merokok dengan plastik-plastik yang ada di area acara Wahana Kebaikan Alam ini. Tahu dong kalo sampah plastik itu baru bisa terurai selama 50-80 tahun. Bahkan sampah plastik berbahan konvensional dari polimer sintetik membutuhkan waktu 300-500 tahun agar bisa terurai sempurna. Sedang sterofoam sama sekali nggak bisa terurai. Plastik merupakan sampah non-organik yang paling banyak, yakni 11,09%. Jadi kurang bersahabat dengan alam banget kalo sumber-sumber sampah semua dari plastik(Baca tulisan saya di blog DAIRY SI TUKANG GOWES berjudul JANGAN NYAMPAH DONG! di http://diarysitukanggowes.blogspot.com/2009/12/jangan-nyampah-dong-bos.html dan SAY NO TO PLASTIC di http://diarysitukanggowes.blogspot.com/2009/11/say-no-to-plastic.html).

Kebetulan pada saat kami datang, hujan mengguyur dengan cukup deras. Rupanya panitia sudah mengantisipasi cuaca tersebut dengan menyiapkan jas hujan. Setiap penggunjung diberikan jas hujan warna biru. Nah, jas hujan tersebut dari plastik. Itu baru plastik dari jas hujan, belum plastik dari botol, kantong sampah, gelas minuman plastik, stereofoam dari makanan yang dijual di situ, dan tempat-tempat plastik lain. Entah berapa banyak sampah plastik dalam dua hari event Wahana Kebaikan Alam ini. Saya sebagai pencinta lingkungan sih cuma bisa berharap, ada satu solusi jitu buat mengganti plastik agar kita benar-benar mencintai alam.


Salah satu point yang luar biasa di event ini. Ada ruang musholla, dimana jamaah pria dipisahkan dari wanita. Bukti bahwa perusahaan ini masih menghormati umat Islam dalam menjalankan salah satu perintah wajib. Selain itu ada ruang menyusui.

Anyway, acara Wahana Kebaikan Alam ini bisa menjadi alternatif event yang ditujukan buat keluarga. Aqua berhasil mengajak keluarga buat sementara nggak pergi ke mal dulu, tetapi datang di event ini sambil menikmati permainan seru. Sebenarnya event sejenis juga pernah berlangsung, kebetulan di tempat yang sama di Parkir Utara, yakni Kampung Main. Nah, event Wahana Kebaikan Alam ini seperti mengobati kekangenan keluarga Indonesia pada event Kampung Main yang ternyata dilakukan secara rutin tiap tahun.


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Kamis, 28 Januari 2010

DEMO 100 HARI PEMERINTAHAN SBY: ADA YANG BAWA KERBAU, BO!

Sepanjang demonstrasi, ada-ada saja ide yang digulirkan para demonstran. Saya sangat tertarik dengan ide-ide gila ketimbang bakar-bakaran ban mobil atau motor, mencorat-coret tembok, merubuhkan pagar kantor atau merusak milik umum, bahkan sampai timpuk-timpukan. Aksi-aski anarkis kayak begitu biasanya dilakukan oleh para demonstran atau mahasiswa-mahasiswa yang nggak kreatif.



Saya lebih suka melihat mahasiswa-mahasiswa kreatif, ketimbang mahasiswa yang cara demonstrasinya mirip kaum buruh atau orang-orang kelas bawah lain, yang merusak dan menjatuhkan citra sebagai kaum intelektual. Mohon maaf, saya sempat lihat liputan televisi, di salah satu daerah, segerombolan mahasiswa mencorat-coret mobil yang lewat dengan pilox. Ada pula yang menurunkan penumpang yang menggendarai mobil milik pemerintahan. Walah! Nggak simpatik banget sih! Norak! Nggak kreatif!

Anyway, berikut ini beberapa foto features hasil jepretan saya pada saat berlangsung demo 100 hari pemerintahan SBY di Jakarta kemarin. Memang saya nggak sempat merekam demonstran yang unik, karena kebetulan saya nggak seharian mengikuti demo, cuma setengah hari. Maklum, saya harus pergi ke kantor, soalnya lagi nggak cuti.

POSTER SBY DI PANTAT KERBAU

Seekor kerbau tiba-tiba dilepas di kolam bunderan Hotel Indonesia (HI). Ukuran tubuh kerbau itu cukup besar. Nggak heran seluruh pasang mata langsung tertuju pada aksi gokil ini, tak terkecuali satuan Brimop.



Bukan sekadar kerbau, tetapi yang menarik ada tulisan dan poster SBY di pantat kerbau itu. Tulisan di poster itu adalah: KAMI LAPAR! PEMUDA CINTA TANAH AIR. Ada dua pria yang sekujur tubuhnya ditaburi bahan warna putih yang menjadi "pengawal" kerbau. Seperti juga kerbau, di pantat mereka pun dipasangkan poster yang sama.

DEMO YA DEMO, JUALAN JALAN TERUS

"Alhamdulillah, ada aja yang beli, mas," kata salah seorang penjual handuk kecil mengomentari hasil jualannya selama demonstrasi.

Pedagang handuk kecil cuma satu di antara beberapa pedagang yang ada di seputar bunderan HI dan jalan-jalan yang dilalui oleh para demonstran. Mereka yang tergolong rakyat kecil ternyata lebih suka kalo ada demo, karena dagangan laku keras.



Pagi-pagi saja -sekitar pukul 09.00 wib-, beberapa gerobak dagangan sudah stand by di dekat bunderan HI, tepatnya di samping hotel Kempinski atau depan hotel Hyatt, Thamrin, Jakarta Pusat. Mau makanan apa saja, ada di situ. Mau ketoprak, mie ayam, sate padang, termasuk kacang rebus segala. Kalo Anda suka rambutan, ada juga gerobak penjual rambutan di situ.

Selain pedagang minuman dan makanan, yang juga laku didagangkan di sepanjang aksi demo adalah pedagang kaca mata dan topi. Hebat memang pedagang kaca mata ini. Dia punya intuisi bisnis yang gokil. Dia tahu kalo cuaca saat demo panas banget. Kalo panas, tentu mata akan silau. Jalan satu-satunya, ya pakai kaca mata. Di saat demo, harga kacama yang biasanya cuma 10 ribuan, dijual 15 ribu sampai 20 ribu perak.



Selain kacamata, topi juga afdol buat para demonstran yang merasa kepanasan. Daripada bawa payung, mending pakai topi. Si pedagang ngerti kalo topi buat demo modelnya kayak topi ekspedisi. Harga topi selama demo Rp 5.000.

Yang lucu, di antara pedagang itu ada yang menjual balon-balonan plastik warna merah putih. Setahu saya, balon model begitu biasa dipergunakan kalo ada pertunjukan musik, dimana dibawa oleh para penggemar band yang lagi manggung. Kalo mereka histeris, balon dari plastik itu ditepuk-tepukkan. Prok! Prok! Prok!

PATUNG TIKUS SEHARGA 500 RIBU PERAK

Gara-gara nggak puas dengan pemerintahan SBY, Pak Sugiyanto membuat sebuah patung, dimana di patung tersebut terdapat beberapa ekor tikus dan seekor raja tikus. Seperti kita tahu, tikus adalah sebuah simbol ketamakan, pencuri, dan mahkluk gesit tetapi culas.



Patung ini dijual seharga Rp 500 ribu. Pak Sugiyanto yakin, ukuran karya seni sebetulnya nggak layak dihargai dengan harga segitu. Tetapi patung para tikus dan raja tikus ini pasti bakal terjual dengan harga tinggi kalo bisa dijual ke Komisi Pembrantasan Korupsi yang disimbolkan sebagai "cecak". Lah, sebenarnya mau protes soal 100 hari SBY atau jualan patung sih, Pak?


HOBI NONTON DEMO

Namanya Ibu Ida. Usianya kira-kira sudah 60 tahunan. Saat saya ngobrol dengannya, ia sedang melihat barisan para mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di samping hotel Kempinski. Wajahnya nggak menunjukan ketakutan, tetapi biasa saja.

"Saya mah tiap kali ada demo nonton," akunya. "Habis hobi sih!"



Sebagai seorang wanita tua, ia nampak cuek berada di tengah aksi demonstrasi. Ia mengaku tiap kali menonton demo selalu sendirian. Nggak ada tetangganya, termasuk keluarganya.

"Suami saya sudah meninggal. Anak satu-satunya pun sudah meninggal. Saya tinggal sendirian," jelasnya.

Ternyata hobi nonton demo ini sudah dilakukannya lama, yakni sejak demonstrasi Peristiwa Malari yang berlangsung di jalan Salemba. Peristiwa itu dikenal sebagai angkatan 66. Lalu pada saat Tragedi Semanggi tahun 1998, Ibu Ida juga sempat menjadi salah satu saksi mata.

Nggak apa-apa deh bu punya hobi nonton demo, daripada punya hobi korupsi? Makan duit rakyat triliuan rupiah. Atau punya hobi jadi maling, lalu berteriak ada maling...

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Rabu, 27 Januari 2010

POKOKNYA HARUS TERSEDIA SAMBAL GANDARIA

Begitulah permintaan Guruh Soekarnoputra pada pembantunya, bu Marmi setiap kali makan. Kalo enggak tersedia di meja makan, jangan harap Guruh mau makan.

Sudah sejak lama, Guruh tergila-gila sama sambal gandaria. Kira-kira sejak bu Fatmawati masih hidup. Ia bahkan tahu mana sambal yang di-blender (dibuat dengan alat blender) atau asli hasil ulekan pembantunya itu.

"Bahkan kalo pergi ke luar negeri, denmas selalu minta dibawakan sambel buatan saya," jelas Marmi. Yang dimaksud denmas nggak lain ya Guruh.


Tiga orang ini sudah puluhan tahun mengabdi di rumah Guruh. Ada yang dari bujangan, lalu saling pandang-pandangan dan kemudian jadi suami istri. "Selama denmas masih membutuhkan dan badan saya masih sanggup, saya akan terus mengabdi," kata bu Marmi.


Terus terang pada saat diceritakan soal sambal gandaria tersebut, saya penasaran. Apa sih yang membuat seorang anggota DPR periode 2009-2014 dan calon Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini tergila-gila dengan sambal gandaria itu? Beruntung banget saya ditawarkan bu Marmi ketika berkunjung ke markas Guruh di jalan Sriwijaya Raya no 26.

"Cobain ayam gorengnya juga, mas," tawar Marmi.

Ternyata sambal gandarianya memang Endang S. Taurina, bo! Ayam gorengnya pun mantabs punya. Entah gara-gara suka, saya sempat dibungkusin ayam goreng dan tentu saja sambal gandaria yang pedas-pedas merayu itu.

Selain sambal, Marmi membocorkan makanan kesukaan Guruh. Terus terang saya kaget mendengarnya, karena saya nggak menyangka. Anda tahu apa? jengkol dan pete. Meski nggak menjadi kewajiban sebagaimana sambal gandaria yang setiap hari harus tersedia, namun Guruh sangat suka makan jengkol atau pete.

"Apalagi jengkolnya dicolek sambal gandaria, enak banget!" aku Guruh.


Dari dulu sampai tahun 2010 ini, dapur di rumah jalan Sriwijaya Raya tetap sama. Di dapur ini bu Fatmawati Soekarno mengajari bu Marmi memasak. Dari dapur ini pula, lahir sambal gandaria.

Kegilaan Guruh pada sambal dan "makanan rumahan" memang nggak lepas dari nama Marmi. Wanita ini adalah pembantu yang sudah 35 tahun mengabdi pada Guruh. Luar biasa bukan? Ia mengaku sudah mengenal Guruh sejak masih remaja -saat ini Guruh berusia 57 tahun. Jadi kalo Marmi sudah bekerja 35 tahun, maka ia pertama kali berjumpa dengan anak bungsu Presiden RI ke-1 ini saat berusia 22 tahun atau tahun 1979.

"Saat itu saya sedang nyapu di halaman rumah ini," kata Marmi membuka kisah masa lalu. "Dahulu waktu belum jadi rumah tinggal, rumah ini sempat dijadikan kantor. Nah, bu Fat sempat bertanya apakah saya mau tetap bekerja? Ya saya jawab mau. Tugas saya katanya menjaga denmas Guruh."

Sejak itulah bu Marmi mulai bekerja menjaga Guruh. Ia menilai, sebagai Ibu Negara, bu Fat begitu telaten menjaga anak-anaknya. Ia bahkan mau menyuapi (memberi makan-pen) pada anak-anak mereka sendiri. Tugas bu Marmi hanya mendampingi bu Fat kalo kebetulan butuh sesuatu saat menyuapi.

"Menyuapinya pake tangan, lho," aku Guruh. "Padahal saat itu usia saya sudah 20-an tahun. Tapi saya masih disuapi, karena saya suka. Tangan Ibu itu, lho yang kayaknya makanan jadi terasa enak banget."


Ini yang namanya sambal gandaria yang digila-gilai oleh Guruh Soekarnoputra. Tanpa sambal buatan bu Marmi ini, Guruh ogah makan.

Ketika ditanya pendapat soal Guruh, mata bu Marmi berkaca-kaca. Ia bilang, Guruh itu baik sekali. Ia sangat peduli sekali dengan orang-orang kecil seperti dirinya. Padahal kalo dipikir, dengan statusnya sebagai mantan Presiden RI yang tersohor di dunia dan orang berada, Guruh nggak akan mungkin mau bergaul dengan orang selevel Marmi.

"Saya ini siapa sih mas?" ungkap Marmi. "Tapi gara-gara denmas baik sekali pada kami, maka kami betah kerja di sini. Rata-rata orang yang kerja di rumah denmas lebih dari sepuluh tahun. Saya sendiri sudah kerja 35 tahun."


Sekarang ini jarang banget ada pembantu yang mengabdi kayak bu Marmi ini, puluhan tahun kerja di satu majikan. Yang ada paling mentok tiga tahun kerja sudah nggak betah. Maklum, yang dipikirkan sekarang bukan kerja, tetapi gaji. Wajar sih...

Kalo dengar lamanya bekerja, saya jadi ingat para abdi dalam yang bekerja di keraton. Mereka nggak peduli digaji berapa, sing penting bisa mengabdi pada raja. Nah, tipikal Marmi juga begitu. Ia kayak mengabdi pada Guruh. Kebetulan pula, masakan yang dibuat Marmi semua disukai oleh majikannya itu. Salah satunya sambal gandaria yang mak nyos!

"Selama denmas masih membutuhkan saya, saya pasti akan siap kerja," akunya. "Kecuali badan saya sudah nggak sanggup lagi, barangkali saya akan pensiun."

Saat ini, bu Marmi tinggal di sebuah paviliun di belakang rumah Guruh. Rumah tinggal sebenarnya di Ciputat. Di Sriwijaya ini ia tinggal bersama suaminya yang pensiunan itu. Sementara anak-anaknya yang sudah besar-besar tinggal di Ciputat.

Saya sempat diperlihatkan ruang tidur bu Marmi yang dari dahulu, sejak bu Fat masih hidup, nggak berubah. Meski terlihat tua dan "kumuh", namun Bu Marmi bilang, hampir semua selebriti lulusan Swara Mahardhika atau GSP sempat mampir ke paviliunnya.

"Kalo mas Erot (maksudnya Erot Djatot-pen) datang, dia pasti langsung ke kamar ini dan manggil-manggil saya. Masak apa, Mi?"

Paviliun bu Marmi persis di sebelah dapur. Menurut bu Marmi dan karyawan lain, sejak dulu dapurnya nggak pernah berubah. Paling-paling ditambah sedikit kipas angin kecil dan exhaust. Menurut bu Marmi, di dapur itu, ia diajarkan beberapa masakan Sumatera oleh Bu Fat yang asli Bengkulu itu.

"Salah satunya daging dan jengkol balado kesukaan denmas," ungkap bu Marmi.

all photos copyright by Brillianto K. Jaya